• Dzikir Pagi Dan Petang

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Mejelang Tidur

    Siapa yang membaca ayat Kursi saat hendak tidur, maka sesungguhnya dia selalu berada dalam perlindungan Allah dan tidak didekati setan hingga pagi hari.

  • Bacaan Setelah Bangun Tidur

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Setelah Shalat Fardlu

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Bacaan Shalat Tahajud

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

Rabu, 31 Desember 2014

Kematian pengintai abadi

Bahasan kematian tak begitu sering menjadi topik penting dalam keseharian kita. Bahkan ada beberapa orang yang sengaja menghindari tema ini dalam pembicaraan. Mereka beralasan bahwa hidup ini terlalu indah untuk sekadar membicarakan kematian yang menurutnya menakutkan. Dia akan beranjak pergi bila ada yang berusaha membicarakan tema tentang ajal.

Cita-cita, mimpi, dan harapan adalah sesuatu yang belum pasti di masa depan. Satu yang pasti di masa depan, mau tidak mau, siap tidak siap, akan menghampiri kita adalah kematian. Bisa jadi ia jauh yaitu menunggu manusia tua. Bisa jadi juga ia dekat yaitu setahun ke depan, sebulan, seminggu, esok atau bahkan menit dan detik berikutnya nafas kita terhenti.

Betapa banyak orang yang tidak sakit, tiba-tiba meninggal. Dalam perjalanan ke sekolah, ia terantuk batu, bisa meninggal. Ketika tidur kemudian tak bangun lagi, usai salat subuh, saat tilawah, di tengah makan dan tersedak, turun dari angkot, dan berbagai peristiwa yang terlihat sepele, saya tahu sendiri orang-orang yang meninggal dalam kondisi di atas. Itu adalah kondisi meninggal yang husnul khatimah, mati dalam keadaan baik Insya Allah.

Ada juga orang-orang yang ajal menjemput saat ia asik teler karena minuman keras, narkoba, berzina, korupsi, menipu dan berbagai aktivitas buruk lainnya. Naudzubillah, mereka ini mati dalam keadaan su’ul khatimah atau mati dalam keadaan buruk. Semoga Allah menjauhkan kita dari kondisi seperti ini, amin.

Ternyata, bukan hanya sakit dan usia tua saja yang menghantarkan manusia pada kematian. Jangan sombong bahwa dengan uang banyak atau kesaktian tingkat tinggi manusia bisa kebal ajal. Belum pernah ada ceritanya ada orang berhasil menghindari kematian. Sembunyi ke lubang biawak atau tembok setebal apapun, malaikat Izrail selalu punya cara untuk menjemput nyawa yang sudah waktunya pulang.

Pilihannya sekarang bukan kapan waktu mati seseorang, tapi dalam kondisi seperti apa kita memilih akhir kehidupan ini. Amal yang kita rajut ketika nyawa masih dikandung badan, itu akan menentukan bagaimana kita memprediksi akhir hayat ini. Karena malaikat Izrail datang tak mengetuk pintu, maka kita tak akan pernah tahu kapan ia datang. Seyogyanya kita memilih aktivitas yang akan mendekatkan kita pada akhir yang baik daripada yang buruk. Bila ini sudah maksimal kita lakukan, maka jangankan sekadar membicarakan kematian, datangnya kematian itu sendiri bukan menjadi sesuatu yang menakutkan lagi. Karena siap tidak siap, suka tidak suka, ajal adalah pengintai yang tak kenal usia. Wallahu alam.

Oleh: (riafariana/voa-islam.com)

Share:

Selasa, 30 Desember 2014

Ketika manusia berharap syafaat dari para nabi

Di dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam Abi Laits as-Samarqandi, dikisahkan pada Hari Kiamat nanti, sekelompok manusia ada yang merasa sangat kesusahan dengan keadaan yang dialaminya.

Mereka kemudian mendatangi Nabi Adam a.s. berharap sang “Abal Basyar” dapat memberikan pertolongan. “Isyfa’ lana (syafa’atilah kami)!” teriak mereka. Namun, sayangnya jawaban yang keluar tidak sesuai harapan mereka, “Aku tidak berani menempati maqam memberikan syafa’at kepada kalian! Aku pernah dikeluarkan dari Surga, sebab kesalahanku,” ungkap Nabi Adama.s. “Pada hari ini, tidak ada hal yang lebih menyusahkan dibanding diriku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim!"

Kemudian mereka beralih, menuju kepada Nabi Ibrahim a.s, sang Khalilullah (kekasih Allah). Jawaban serupa didapatkan mereka setelah menemui Nabi Ibrahim a.s. “Aku tidak berani. Aku pernah berbohong tiga kali “Pergilah engkau kepada Nabi Musa”

Kepada Nabi Musa mereka kembali menitipkan harapan. “Mintakan kami syafa’at dari Allah, agar Allah segera memberikan keputusan kepada kami,” pinta mereka. Namun, kembali kekecewaan yang mereka dapatkan. “Sewaktu di dunia, aku pernah membunuh seseorang. Maka, pada hari ini, tidak ada hal yang paling kupikirkan dibanding diriku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi Isa”

Untuk ke sekian kali, mereka belum jua mendapat jawaban. Tibalah kepada Nabi Isa a.s. “Wahai, Isa! Sudikah anda memintakan syafa’at untuk kami?” “Aku dan ibuku dijadikan sesembahan, dianggap sebagai Tuhan selain Allah. Maka, pada hari ini, tidak ada hal yang paling kupikirkan, dibanding diriku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi Muhammad, sang penutup para nabi!”

Kemudian mereka mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk meminta syafa’at.“ Na’am, ana laha ! Akulah yang memiliki hak untuk memberikan syafa’at, sehingga Allah memberikan izin dan ridha kepada orang yang kuberikan syafa’at,” jawab Rasulullah saw.

Maka, kepada siapa lagi kita menggantungkan harapan untuk mendapat syafa’at di Hari Akhir nanti.. Sudah semestinya pula, kita berharap untuk mendapatkan syafa’at dari al-musthofa, sembari mendendangkan syair pujian untuk beliau: Isyfa’ lana/ Ya habibana/ Laka syafa’at/ wa hadza mathlabi/Ya Nabi..

N/B: Nabi Ibrahim pernah ‘berbohong’ tiga kali:

  1. Ketika diajak untuk pergi ke kuil, kemudian ia berbohong bisa sakit kalau berangkat ke kuil.
  2. Usai menghancurkan berhala, kemudian ditanya raja Namrud, siapa yang menghacurkan berhala, dijawab: yang menghancurkan berhala adalah berhala yang paling besar.
  3. Ketika ditanya raja Namrud, perihal istrinya, dijawab : ini saudara perempuan saya.
Share:

Beginilah seharusnya wanita

BEGINILAH SEHARUSNYA WANITA

Inilah figur wanita-wanita istiewa yang diabadian oleh sejarah, dengan segudang prestasi, prestasi, dan prestasi. Hal itu bukan karena mereka mampu berkompetisi dengan kaum Adam di bidang yang sama, tapi karena mereka bijak memerankan tugas mereka di bidang yang ditekuni, dengan tanpa mengorbankan kodrat kewanitaannya.

Khadijah, Istri Tercinta: Parasnya cantik, hartanya melimpah, bernasab mulia pula. Itulah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah SAW. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Khadijah perna menikah dua kali, tapi suaminya meninggal semua, dengan masing-masing meninggalkan putra.

Aktivitas Khadijah adalah berdagang, dengan mengirimkan kafilah-kafilah ke negeri Syam. Kafilah-kafilah itu nantinya akan kembali ke Mekah dengan membawa makanan, pakaian, dan komoditas lain, untuk diperdagangkan kembali. Kelihaian Khadijah dalam me-manage perputaran roda bisnisnya, membuat beliau menjadi wanita mulia, kaya,dan disegani.

Selama 15 tahun pernkahannya dengan Nabi Muhammad SAW, Kadijah dikaruniai tiga putra, yaitu al-Qasim, ath-Thahir, dan ath-Thayyib, serta empat putri, yakni Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra’. Khadijah sukses memerankan diri sebagai istri yang baik dan sebagai ibu yang bijaksana bagi anak-anaknya.

Khadijah adalah istri tercinta. Ia bukan sekadar istri yang baik, tapi lebih dari itu, ia rla memberikan segalanya kepada suaminya. Dialah menjadi pelindung suami dari intimidasi orang Quraisy; menenangkan suaminya di kala gundah, dan meringankan suaminya dengan menyumbangkan hartanya di jalan dakwah. Karena itulah, ketika Khadijah wafat, Nabi Muhammad SAW sangat terpukul hingga dalam sejarah tahun itu tercatat sebagai tahun duka.

Dan, tatkala salah satu stri Nabi SAW, protes karena cemburu tatkala Nabi SAW menyebut-nyebut nama Khadijah, Nabi SAW marah: “Demi Allah! Tidaklah Allah pernah mengganti bagiku istri yang lebih baik dari dia. Dia telah beriman kepadaku saat oran-orang masih kafir. Ia telah membenarkan kepadaku saat orang-orang masih mendustaiku. A telah menolongku dengan hartanya di saat orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku putra-putri darinya, bukan dari istri-istri yang lain.”

Fatimah az-Zahra’, Wanita yang Tabah: Fatimah az-Zahra’, putri Rasulullah SAW tercinta, adalah sayyidatu nisa’il-‘alamin, pemuka wanita seluruh alam. Namun, tidak berarti beliau meiliki tahta, tidak pula bergelimang harta. Sebaliknya, beliau bernaung di bawah di bawah tenda kesederhanaan bersama Sayidina Ali, al-Hasan, dan al-Husain, Muhsin, Zainab, dan Umi Kulsum; keluarga besarnya.

Kendati hidupnya serba tak kecukupan, Fatimah selalu menerima apa adanya, dan menjalani keadaan ini dengan penuh ketabahan. Pernah suatu ketika, Fatimah datang ke Rasulullah SAW meminta pelayanan dari hasil fai’, agar sedikit bisa meringankan beban hidupnya. Namun, Rasulullah SAW tidak mengabulkannya. Akan tetapi, Rasulullah SAW mengajarinya doa-doa, dan menyuruhnya minta tolong kepada Allah SAW dalam mengurusi rumah-tangga, mendidik anak, serta melayani suami. “Hai Fatimah, sabarlah. Sesungguhnya, sebaik-baik wanita adalah yang memberi manfaat kepada keluarganya,” nasihat Rasulullah SAW.

Pada suatu hari, Rasulullah SAW, menjenguk Fatimah, dan mendapatinya sedang menggiling gandum dengan batu giling, sementara baju yang dikenakannya tampak terbuat dari bulu onta. Maka Rasulullah SAW menangis seraya berkata, “Hai Fatimah, rasakanlah kepahitan hidup di dunia, agar kelak merasakan kenikmatan akhirat.”

Pada kesempatan yang lain, Rasulullah SAW menjenguk Fatimah yang sedang sakit. “Bagaimana keadaanmu wahai anakku?” Fatimah manjawab, “Aku sedang sakit dan lapar”. Nabi SAW lalu memberi nasihat, “Tidakkah engkau suka menjadi pemimpin wanita seluruh alam?”

Demikianlah, sulitnya manjalani hidup tidak membuat Fatimah az-Zahra’ kehilangan harga dirinya. Justru beliau sukses melewati masa-masa sulit dan ujian yang berat itu, berkat kesabaran dan ketabahannya yang luar biasa. Kemuliaan dan derajat yang tinggi memang seharusnya tak diukur dengan materi.

Aisyah, Sumber Rujukan Ilmu: Suatu ketika Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah” Merasa kurang puas, si penanya kembali bertanya, “Aku maksudkan dari kaum lelaki”. Rasul SAW menjawab, “Ayahnya”.

Jawaban Rasul SAW itu sudah cukup memberikan gambaran kepada kita mengenai siapa dan bagaimana kedudukan Sayidah Aisyah, salah satu istri Nabi SAW. Beliau adalah wanita mulia, dari keturunan mulia, putri Sahabat yang paling mulia, Abu Bakar ash-Shiddiq.

Raulullah SAW menikahi Aisyah pada usia belia. Sebagian orientalis menganggap ini aneh, lalu mereka mengkritik habis-habisan. Sebenarnya para orientalis itu keliru karena mereka menjadikan tredisi Barat sebagai standar kebenaran. Gadis Barat biasanya tidak kawin sebelum mencapai usia 25 tahun, sementara gadis seusia itu di Jazirah Arab dianggap sebagai usia perkawinan yang terlambat.

Pernikah Rasulullah SAW dengan Aisyah yang masih belia, ternyata menympan sejuta hikmahbagi umat Muhammad SAW. Aisyah adalah salah seorang istri Rasulullah SAW yang banyak memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah SAW; menerima ilmu, hukmah, dan petunjuk dari beliau. Karena itu, sepeninggal Rasul SAW, Aisyah menjadi sumber rujukan ilmu, terutama berkenaan dengan keperibadian Rasul dan keadaan rumha-tangga beliau, yang tidak banyak diketahui oleh khalayak.

Dalam hal ini, Abu Musa al-Asy’ari berkata, “Bila kami para sahabat mengalami kesulitan dalam suatu permasalahan, maka kami menanyakan jawabannya kepada Aisyah”.

Diriwayatkan dari Atha’ bin Rabah “Adalah Aisyah yang paling faqih dan paling alim serta paling baik pendapatnya mengenai permasalahan hukum. Adalah Aisyah tempat berguru kaum pria, dan banyak murinya yang kemudian terkenal menjadi guru dan panutan generasi berikutnya”.

Karena itu, nama Aisyah menjadi harum semerbak, dan ditulis dengan tinta emas sejarah. Beliau berperan besar dalam mentransmisikan Hadis-Hadis Rasulullah SAW kepada generasi umat Islam. Beliaulah sebetulnya sang pelopor yang memilki peran besra dalam memajukan keilmuan umat Islam. Dalam hal ini beliau mengatakan, “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak malu untuk belajar agama.”

Cukuplah kiranya figur wanita-wanita yang di uaikan di atas, menjadi potret sempurna, untuk bagaimana seharusnya para wanita bisa menata diri. Para istri Nabi SAW (ummahatul-mu’minin) adalah figur wanita-wanita yang sempurna, yang menjadi teladan wanita sepanjang zaman. Masing-masing memiliki keistimewaan yang membuat mereka layak menjadi panutan.

Mereka adalah wanita-wanita yang telah teruji oleh sejarah. Sekali lagi penting ditegaskan bahwa mereka menjadi mulia dan bermartabat, bukan karena mereka mangambil alih peran kaum pria, akan tetapi karena mereka menunaikan tugas-tugas kewanitaan dengan arif dan bijak mengikuti tatanan Ilahi yang telah digariskan.

Sumber Tulisan: www.Sidogiri.net

Share:

Syeikh bashori alwi sang guru al-quran

Sekilas Pandang Profile K.H M.Bashori Alwi Sang Guru Alqur'an

Nama lengkapnya adalah Muhammad Basori Alwi Murtadlo. Lahir di Singosari, 15 April 1927 dari pasangan bahagia, Kiai Alwi Murtadlo dan Nyai Riwati. Sejak kecil, beliau belajar Al-Qur'an pada ayahnya, Kiai Murtadlo. Lantas berguru kepada Kiai Muhith, seorang penghafal Al-Qur'an dari Pesantren Sidogiri (Pasuruan) lalu kepada kakak kandungnya, Kiai Abdus Salam. Dia juga belajar kepada Kiai Yasin Thoyyib (Singosari), Kiai Dasuqi (Singosari) dan Kiai Abdul Rosyid (Palembang) Sewaktu tinggal di Solo pada tahun 1946 - 1949, beliau sempat belajar di Madrasah Aliyah dan mondok di Ponpes Salafiyah Solo. Bahkan, ketika sudah berkeluarga dan tinggal di Gresik, beliau masih menyempatkan diri untuk mengaji kepada Kiai Abdul Karim. Adapun lagu-lagu Al-Qur'an dia peroleh dari Kiai Damanhuri (Malang) dan Kiai Raden Salimin (Yogya). Selanjutnya, dia memperdalam lagu Al-Qur'an melalui kaset rekaman para qari’ Mesir, khususnya Syaikh Shiddiq Al-Minsyawi.

Tak banyak orang memanggilnya Kiai Basori. Entah apa sebabnya. Mungkin karena terkait dengan keahlian ustadz dalam melagukan Al-Qur'an. Sebab, pelantun Al-Qur'an biasanya dipanggil ustadz. Apalagi, hingga kini, Ustadz Basori masih berkiprah di Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tingkat Nasional dalam Dewan Hakim. Atau mungkin, kata “Ustadz” yang menurut Al-Khuli, diartikan “Profesor”, sehingga memang pas bila gelar “Profesor” di bidang pembelajaran Al-Qur'an, disematkan pada diri Kiai Basori Alwi sebagai ulama ahli Al-Qur'an yang berpengaruh di dalam maupun luar negeri.

Basori muda, sebelum belajar di Ponpes Salafiyah Solo, pernah mondok di Ponpes Sidogiri dan Ponpes Legi di Pasuruan antara tahun 1940–1943. Selain mengkaji ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab klasik khas pesantren salaf, Basori Muda juga tekun belajar Bahasa Arab. Beliau pernah berguru kepada Syaikh Mahmud Al-Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abdur Rahman bin Syihab Al-Habsyi (sewaktu di Solo), Syaikh Ismail dari Banda Aceh, Ustadz Abdullah bin Nuh dari Bogor (sewaktu di Yogyakarta). Guru beliau yang disebut paling akhir ini adalah pengasuh Ponpes Al-Ghozali dan redaktur siaran berbahasa Arab di RRI Yogyakarta ketika masih menjadi ibukota darurat RI

KHM. Basori Alwi merupakan sosok praktisi dunia pendidikan yang profesional dan berpengalaman. Buktinya, ia telah malang melintang berkhidmat di lembaga-lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, formal maupun informal. Beliau mulai menjadi pengajar sekitar tahun 1950, saat ia tinggal di kawasan Ampel, Surabaya, di rumah pamannya. Disana, beliau ditawari mengajar di SMI Surabaya dan PGA Negeri Surabaya (1950–1953) dan di PGAA Negeri Surabaya (1953–1958). Sejak itulah, jiwa kepengajarannya terasah terus. Ketika hijrah ke Gresik setelah mempersunting gadis di sana, beliau masih mengajar di Surabaya.

Setelah lama merantau, pada tahun 1958, beliau kembali ke Singosari. Di sini beliau meneruskan tradisi mengajarnya dengan menjadi guru di PGAA Negeri Malang (1958 – 1960), dosen Bahasa Arab di IAIN Malang (1960 – 1961, sekarang UIN Malang). Di samping mengajar di lembaga formal, beliau aktif mengajar bacaan dan lagu Al-Qur'an di berbagai tempat. Sampai akhirnya, pada 1978, beliau mendirikan Pesantren yang dinamainya Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PIQ) di Singosari, Malang.

Kiprah dan andil besar KHM. Basori Alwi di bidang pendidikan Al-Qur'an sungguh luar biasa. Benar, jika beliau disebut pakar Al-Qur'an karena memang Ustadz Basori tiada henti mengajar Al-Qur'an dan mendakwahkannya. Dahulu, Ustadz memang seorang qari’ (pelantun Al-Qur'an bil-ghina) tingkat nasional, bahkan internasional, walaupun tak seterkenal Abdul Aziz Muslim. Dia ibarat pendekar yang sudah malang melintah di dunia tilawah. Bersama dua qari’ nasional lainnya, Ustadz Abdul Aziz Muslim dan (alm.) Fuad Zain, dia pernah diundang untuk membaca Al-Qur'an di 11 negara Asia Afrika (Arab Saudi, Pakistan, Irak, Iran, Siria, Lebanon, Mesir, Palestina, Aljazair dan Libya). Hal itu berlangsung selepas peristiwa pemberontakan G30S PKI tahun 1965. “Saat berkunjung ke Saudi, kami berkesempatan melakukan ibadah haji, dan itu adalah haji pertama saya” kata Ustadz Basori.

Tak pelak lagi, Ustadz Basori tercatat sebagai tokoh kaliber nasional dan internasional di bidang Tilawatil Qur'an. Beliau salah satu pendiri Jam’iyatul Qura’ (Organisasi para qari’ dan penghafal Al-Qur'an), sekaligus salah satu pencetus ide Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat internasional pada Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) tahun 1964. Ustadz juga termasuk penggagas MTQ tingkat nasional. Sampai sekarang, beliau tidak pernah absen menjadi juri, baik pada MTQ dan STQ Nasional, maupun MTQ tingkat provinsi. Di samping itu, beliau dipercaya menjadi juri MTQ tingkat internasional di Brunei Darussalam (1985), Mesir (1998) dan Jakarta (2003).

Selain terjun di dunia pendidikan, Ustadz Basori adalah sosok aktifis organisasi kemasyarakatan yang ulet dan selalu konsen pada dunia dakwah Islamiyah. Tercatat, beliau pernah memegang tampuk kepemimpinan Gerakan Pemuda Ansor (1955 – 1958). KHM. Basori Alwi, bisa dibilang, adalah sosok ulama yang komplet. Faseh berceramah dan penulis yang produktif. Beliau banyak menulis buku dan risalah ringkas, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Indonesia.

Dari sekian banyak karya ilmiah Ustadz Basori, dapat disimpulkan, bahwa pemikiran beliau amat dinamis dan berwawasan luas, mencakup berbagai bidang kehidupan umat beragama. Dengan berkembangnya dunia tehnologi modern, beliaupun tak ketinggalan zaman. Kiai Basori beserta para santrinya melahirkan rekaman melalui kaset, MP3, dan VCD yang memuat panduan pembelajaran Al-Qur'an, praktek metode pengajaran, teori-teori ilmu tajwid dan sebagainya. Semua produk itu di buat di studio pesantren.

Dengan demikian, Ustadz Basori Alwi memang layak menyandang predikat kiai. Keikhlasannya, amal ibadahnya, perilakunya sehari-hari, mendukung ke-kiai-annya. Dan jika seorang kiai disyaratkan memiliki kiprah yang kongkret di masyarakat, seperti pesantren atau pengajian-pengajian, Kiai Basori Alwi memiliki semuanya. Kiai Basori dan pesantrennya, PIQ, telah menjadi salah satu kiblat yang penting dalam hal tilawah. PIQ menjadi pusat pembinaan para qari dan qariah dari kota dan kabupaten seluruh Jawa Timur. Tak hanya itu, Kiai Basori, sejak dulu juga menjadi rujukan untuk Qira’ah Bit-Tartil atau membaca Al-Qur'an yang baik dan benar, khususnya di beberapa tempat di Jawa Timur. Baik masyarakat umum, maupun masyarakat pesantren merasa perlu datang kepadanya untuk memintanya mengoreksi (mentashih) bacaan mereka dalam hal fasohah (pengucapan makhraj dan sifat huruf).

Lebih Lengkap baca Di : www.piqsingosari.com

Sumber : www.kompasiana.com

Share:

Mengenal Sosok Syeikh maimoen zubeir Sarang Rembang

SAMUDERA ILMU YANG TIADA BERTEPI DARI SEORANG KYAI YANG RENDAH HATI

"Sekilas Pandang Profil Syaikh Maimun Zubair"

Di kalangan para ulama Nahdlatul Ulama, bahtsul masail diniyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan) merupakan forum untuk berdiskusi bermusyawarah dan memutuskan berbagai masalah keagamaan mutakhir dengan merujuk berbagai dalil yang tercantum dalam kitab-kitab klasik.

Dalam forum seperti itu, diantara pondok pesantren yang amat disegani adalah Pondok Pesantren al-Anwar Desa Karangmangu, Sarang Rembang, Jawa Tengah. Bukan saja karena ketangguhan para santrinya dalam penguasaan hukum Islam, tapi juga karena sosok kiai pengasuhnya yang termasyhur sebagai faqih jempolan. Kiai yang dimaksud adalah KH. Maimoen Zubair.

Meski sudah sangat sepuh, alumnus Lirboyo dan Ma’had Syaikh Yasin al-Fadani di Makkah itu masih aktif menebar ilmu dan nasihat kepada umat. Di sela-sela kegiatan mengajarkan kitab Ihya Ulumiddin dan kitab-kitab tasawuf lainnya kepada para santri senior setiap ba’da Shubuh dan Ashar, Mbah Moen, demikian ia biasa dipanggil, masih menyempatkan diri menghadiri undangan ceramah dari kampung ke kampung, dari masjid ke masjid, dari pesantren ke pesantren.

Dalam berbagai ceramahnya, kearifan Mbah Maimoen selalu tampak. Di sela-sela tausiyahnya tentang ibadah dan muamalah, ia tidak pernah lupa menyuntikkan optimisme kepada umat yang tengah dihantam musibah bertubi-tubi.

Beliau memang ulama yang sangat disegani di kalangan NU, kalangan pesantren dan terutama sekali kalangan kaum muslimin di pesisir utara Jawa. Ceramahnya sarat dengan tinjauan sejarah dan kaya dengan nuansa fiqih, sehingga membuat betah jamaah pengajian untuk berlama-lama menyimaknya.

Kiai sepuh beranak 15 (tujuh putra delapan putri) ini memang unik. Tidak seperti kebanyakan kiai, ia juga sering diminta memberi ceramah dan fatwa untuk urusan nonpesantren. Rumahnya di tepi jalur Pantura tak pernah sepi dari tokoh-tokoh nasional, terutama dari kalangan NU, yang sowan minta fatwa politik, nasihat atau sekadar silaturahim.

Belum lagi ribuan mantan santrinya yang secara rutin sowan untuk berbagi cerita mengenai kiprah dakwah masing-masing di kampung halaman. Beberapa diantara mereka berhasil menjadi tokoh di daerah masing-masing, seperti al-Habib Abdullah Zaki bin Syaikh al-Kaff (Bandung), KH. Abdul Adzim (Sidogiri, Pasuruan), KH. Hafidz (Mojokerto), KH. Hamzah Ibrahim, KH. Khayatul Makki (Mantrianom, Banjarnegara), KH. Dr. Zuhrul Anam (Leler, Banyumas), KH. M. Hasani Said (Giren, Tegal), al-Habib Shaleh bin Ali Alattas (Pangkah, Tegal) dan masih banyak lagi.

Jika matahari terbit dari timur, maka mataharinya para santri ini terbit dari Sarang. Pribadi yang santun, jumawa serta rendah hati ini lahir pada hari Kamis, 28 Oktober 1928 (dalam hal ini masih terdapat perselisihan). Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu'aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian.

Mbah Moen adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.

Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.

Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.

Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita beliau sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu sharaf, nahwu, fiqih, manthiq, balaghah dan bermacam ilmu syara’ yang lain. Dan siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al- Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu.

Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, beliau sudah hafal di luar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya al-Jurumiyyah, al-‘Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharatu at-Tauhid, Sullam al-Munauraq serta Rahabiyyah fi al-Faraidh. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Syafi’i, semisal Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, Fath al-Wahhab dan lain sebagainya.

Pada tahun kemerdekaan, beliau memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh ke Pondok Pesaantren Lirboyo Kediri (MHM), di bawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuqi Dahlan.

Di Pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan.

Tanpa kenal batas, beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah al-Mukarramah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib.

Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain as-Sayyid al-Habib Alwi bin Abbas al-Maliki, Syaikh Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Kutbi, Syaikh Yasin bin Isa al- Fadani dan masih banyak lagi.

Dua tahun lebih beliau menetap di Makkah al-Mukarramah. Sekembalinya dari Tanah Suci, beliau masih melanjutkan semangatnya untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, beliau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada ulama-ulama besar tanah Jawa saat itu. Diantara yang bisa disebut namanya adalah KH. Baidhawi (mertua beliau), serta KH. Ma’shum, keduanya tinggal di Lasem. Selanjutnya KH. Ali Ma’shum Krapyak Jogjakarta, KH. Bisri Musthofa, Rembang, KH. Abdul Wahhab Hasbullah, KH. Mushlih Mranggen, KH. Abbas, Buntet Cirebon, Syaikh Ihsan, Jampes Kediri dan juga KH. Abal Fadhal, Senori.

Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya pondok pesantren yang berada di sisi kediaman beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.

Selain mengajar dan berdakwah, ia masih sempat menulis kitab taqrirat (penetapan hukum suatu masalah) dan syarah (komentar atas kitab salaf). Kitab yang dibuatkan taqrirat olehnya, antara lain, Jauharat at-Tauhid, Ba’dh al-‘Amali dan Alfiyah. Sedangkan kitab yang dibuatkan syarah adalah Syarh al-‘Imrithi. Semuanya dicetak dalam jumlah terbatas untuk kalangan Pesantren al-Anwar dan beberapa pesantren lainnya.

Keharuman nama dan kebesaran beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil “jadi orang” karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren beliau. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sung guh mengecap tetesan ilmu dari beliau.

Tiada harapan lain, semoga Allah melindungi beliau demi kemaslahatan kita bersama di dunia dan akherat. Aamiin.

Dari berbagai sumber

Share:

Senin, 29 Desember 2014

Keteguhan masyitoh dalam mempertahankan keimanannya

Kisah tentang keteguhan seorang wanita yang bernama Masyitah dalam mempertahankan keimanannya ini begitu masyhur. Masyitah adalah seorang pelayan di kerajaan Fir’aun. Dia bertugas melayani putri Fir’aun.

Secara diam-diam, rupanya Masyitah telah mengikuti ajaran Nabi Musa a.s. Ia menyembunyikan keyakinannya, sebab Fir’aun akan bertindak kejam kepada siapapun yang mengikuti ajaran Nabi Musa a.s.

Hingga suatu hari, ketika Masyitah menyisir rambut putri Fir’aun, dia mengucap kalimat basmalah sehingga putri Fir’aun mendengarnya. Sang putri pun mengadukan peristiwa ini kepada ayahnya. Masyitah dipanggil untuk menghadap Fir’aun.

“Hai Masyitah, kudengar dari puteriku kamu dan seluruh keluargamu telah mengikuti ajaran Musa dan Harun! Benarkah berita itu?” tanya Fir’aun.

“Benar! aku dan seluruh keluargaku telah menjadi pengikut Musa. Ketahuilah, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah! termasuk dirimu!”

Mendengar hal itu, Fir’aun menjadi murka. “Baiklah, kalau kamu tetap pada pendirianmu. Kamu dan keluargamu akan kumasukkan ke kuali itu,” kata Fir’aun, sembari menunjuk ke sebuah kuali besar berisi air mendidih.

“Azab Allah di akhirat lebih aku takutkan daripada hukumanmu, ”jawab Masyitah mantap.

Maka, satu persatu keluarga Masyitah mulai dimasukkan ke dalam kuali. Hingga pada giliran anaknya yang masih bayi, iman Masyitah mulai diuji dengan rasa sayang seorang ibu.

Namun, di sini keajabian terjadi. Bayi Masyitah tiba-tiba dapat bebicara. “Wahai Ibu! Janganlah engkau ragu. Sesungguhnya engkau di jalan yang benar. kelak kita akan berkumpul lagi di dalam surga Allah yang penuh kenikmatan,”

Mendengar perkataan tersebut, tanpa ragu lagi Masyitah pun terjun bersama bayinya, menemui Allah swt. sebagai seorang syuhada.

Share:

Hijrah ke dunia maya

Pergantian tahun baru Islam 1435 Hijriyah lalu, yang berdasarkan sistem penanggalan bulan (qamariyah) juga ditandai dengan peningkatan penggunaan internet sebagai media dakwah atau sarana belajar Islam. Berbeda dengan sekitar 50 tahun yang lalu saat internet mulai menjangkau kawasan muslim, para tokoh muslim dunia bahkan sudah terang-terangan mengajak umat Islam memanfaatkan internet untuk kepentingan Islam.

Syekh Sa'id Ramadhan al-Buthi, ulama asal Syria yang berkomunikasi aktif dengan NU yang meninggal baru-ini di tengah konflik berdarah di negaranya itu, mengibaratkan internet sebagai podium-podium yang berguna untuk menyuarakan kepentingan Islam.

Banyak sekali media Islam dari berbagai aliran berbasis internet bermunculan dan berinisiatif mengembangkan misi keislaman mereka masing-masing. Internet juga menjadi media yang paling efektif bagi persebaran paham-paham keagamaan baru yang cukup gencar dipublikasikan oleh sejumlah media massa seperti paham radikal, liberal, dan aliran-aliran transnasional lainnya.

Tidak untungnya, berbagai informasi tentang gerakan, ajaran dan manuver paham-paham baru ini relatif mudah terpublikasi karena memiliki aspek sensasional dan menjadi santapan industri media dan disebarluaskan melalui internet. Selain itu, kelompok-kelompok yang ekstrim kiri maupun kanan memang cenderung sangat aktif dalam memanfaatkan media internet untuk mensosialisasikan berbagai ajaran dan aktifitas mereka.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar mengalami peningkatan jumlah pengguna internet yang cukup drastis. Jumlah user internet di Indonesia menurut APJII untuk tahun 2012 lalu mencapai 63 juta atau 25,86 % dari penduduk Indonesia. Pada tahun 2013 jumlah ini akan menjadi 82 juta user, tahun 2014 ini sudah menjadi 107 dan pada 2015 sudah mencapai 139 juta atau 50 % dari total penduduk Indonesia.

Di sisi lain, pola hidup modern yang didukung dengan fasilitas komunikasi yang serba canggih mendorong orang untuk mempunyai privasi tinggi. Definisi “privat” dalam hal ini lebih kepada keinginan untuk memilih segala hal sesuai dengan selera sendiri dan dengan caranya sendiri. Di dunia maya apalagi didukung dengan perkembangan mesin pencarian (search engine) yang semakin canggih para peselancar bebas memilih siapa saja yang akan mereka jadikan sebagai guru, atau materi dan informasi apa saja yang lebih cocok untuk mereka. Di dunia maya mereka bebas memilih segalanya, termasuk dalam memilih pelajaran mengenai agama dan tuntunan hidup.

Selain itu memang ahli agama yang ada di sekitar kita tidak selalu siap menjawab semua persoalan dan problem keagamaan yang sedang berkembang. Maka cara yang paling efektif ditempuh adalah mencari sendiri berbagai informasi lewat dunia maya. Di dunia maya mereka tidak akan sungkan-sungkan untuk menanyakan atau menemukan jawaban masalah-masalah yang remeh bahkan tabu sekalipun.

Masalahnya, berbagai informasi yang terdapat dalam jutaan situs itu seperti hutan belantara. Para pencari informasi bisa menemukan hal yang sangat bermanfaat, namun pada sisi lain data yang didapatkan bisa jadi kurang memenuhi keinginan, atau kurang memadai, bahkan pada titik tertentu bisa menyesatkan dan menjerumuskan.

Menapaki tahun 1435 H, para ahli agama Islam dan para pendakwah tidak bisa mengandalkan forum-forum pengajian, majelis ta’lim atau media ta’lim yang konvensional. Bukan berarti menganjurkan untuk hijrah total ke dunia maya dan meninggalkan pos-pos lama itu, namun sekedar mengingatkan bahwa umat Islam telah memasuki era baru. Masa depan itu sudah terjadi saat ini.

Tidak ada pilihan, berbagai informasi yang disebarkan oleh kelompok-kelompok baru yang sangat aktif memanfaatkan media internet ini perlu diimbangi dengan mengaktifkan situs-situs baru yang lebih moderat, atau jejaring-jejaring sosial dunia maya yang menyebarkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dengan demikian para peselancar dunia maya akan mendapatkan sumber yang pas dan membandingkan beberapa informasi yang mereka dapatkan.

Lebih dari itu, beberapa konten ilmu-ilmu keislaman di dunia maya selama ini tidak sebanding dengan peredaran isu dan gosip yang terkait dengan dunia muslim. Informasi penting tentang ajaran agama Islam di dunia maya perlu mendapatkan porsi yang memadai, terutama terkait bidang-bidang yang spesifik dan berbagai hasil kajian hukum Islam terkait problematika masyarakat muslim, serta kajian-kajian yang menyangkut inovasi dan kontekstualisasi ajaran Islam di era kekinian. Dengan demikian para pencari Islam di internet dapat menemukan informasi atau guru yang tepat.

Ditulis Oleh: (A. Khoirul Anam)

Sumber: www.nu.or.id

Share:

Minggu, 28 Desember 2014

Toleransi hasan albasri bertetangga nasrani

Kekaguman para sahabat dan murid-muridnya tak menggetarkan pribadi Hasan al-Bashri untuk tetap hidup penuh kesederhanaan. Di rumah susun yang tidak terlalu besar ia tinggal bersama istri tercinta. Di bagian atas adalah tempat tinggal seorang Nasrani. Kehidupan berumah tangga dan bertetangga mengalir tenang dan harmonis meski diliputi kekurangan menurut ukuran duniawi.

Di dalam kamar Hasan al-Bashri selalu terlihat ember kecil penampung tetesan air dari atap kamarnya. Istrinya memang sengaja memasangnya atas permintaan Hasan al-Bashri agar tetesan tak meluber. Hasan al-Bashri rutin mengganti ember itu tiap kali penuh dan sesekali mengelap sisa percikan yang sempat membasahi ubin.

Hasan al-Bashri tak pernah berniat memperbaiki atap itu. “Kita tak boleh mengusik tetangga,” dalihnya.

Jika dirunut, atap kamar Hasan al-Bashri tak lain merupakan ubin kamar mandi seorang Nasrani, tetangganya. Karena ada kerusakan, air kencing dan kotoran merembes ke dalam kamar Sang Imam tanpa mengikuti saluran yang tersedia.

Tetangga Nasrani itu tak bereaksi apa-apa tentang kejadian ini karena Hasan al-Bashri sendiri belum pernah mengabarinya. Hingga suatu ketika si tetangga menjenguk Hasan al-Bashri yang tengah sakit dan menyaksikan sendiri cairan najis kamar mandinya menimpa ruangan Hasan Al-Bashri.

“Imam, sejak kapan engkau bersabar dengan semua ini,” tetangga Nasrani tampak menyesal.

Hasan al-Bashri hanya terdiam memandang, sambil melempar senyum pendek.

Merasa tak ada jawaban tetangga Nasrani pun setengah mendesak. “Tolong katakan dengan jujur, wahai Imam. Ini demi melegakan hati kami.”

Dengan suara berat Hasan al-Bashri pun menimpali, “Dua puluh tahun yang lalu.”

“Lantas mengapa engkau tidak memberitahuku?”

“Memuliakan tetangga adalah hal yang wajib. Nabi kami mengajarkan, ‘ Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangga’. Anda adalah tetangga saya,” tukasnya lirih.

Tetangga Nasrani itu seketika mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ditulis Oleh (Mahbib Khoiron)

Sumber : www.nu.or.id


Share:

Sabtu, 27 Desember 2014

Istri shalihah dan buah kejujuran


Di kota Makkah ada seorang laki-laki fakir, yang memiliki istri shalihah. Suatu saat si istri berkata kepadas uaminya, “Kita tak memiliki suatu apapun (untuk dimakan).”
Lantas lelaki itu keluar ke Tanah Haram. Sampai akhirnya ia menemukan kantong berisi uang sebanyak 1.000 dinar. Dengan perasaan senang lelaki itu memberitahukan kepada istrinya. Namun si istri tidak senang sama sekali, si istri malah berkata, “Temuan Tanah Haram harus kita umumkan (tidak boleh diambil).” Spontan lelaki itu keluar untuk mengumumkan apa yang ditemukannya.

Ketika hendak mengumumkan barang temuannya itu, ia mendengar ada pengumuman yang menyatakan bahwa seseorang sedang mencari kantong hilang dengan isi 1.000 dinar. Dengan penuh kemantapan, tanpa memikirkan keadaan keluarga di rumah, si laki-laki ini memberikan barang temuannya kepada si pemilik.

“Ambillah 9.000 dinar ini,” kata orang yang mengumumkan tanpa mengambil uang yang 1.000 dinar. “ Apakah kamu mengejekku?”

“Tidak, demi Allah! Ketahuilah, bahwa ada seorang laki-laki dari Irak telah memberiku uang sebanyak 10.000 dinar, dan ia berkata kepadaku, ‘Buanglah yang 1.000 dinar ke tanah haram, kemudian umumkanlah. Jika si penemu mengembalikan maka berikan semuanya. Karena ia termasuk orang yang bisa dipercaya. Sebab orang yang amanah tidak hanya memakannya tapi juga mensedekahkannya, maka sedekah kita akan diterima sebab amanahnya.’

Share:

Tokoh Islam

Hikmah

Islamia

Muslimah