Kamis, 12 April 2018

Mengenal Waliyullah Jadab Ra Lilur Dan Beberapa Karomahnya

Ra Lilur, demikian orang dengan akrab memanggilnya.

Beliau seringkali dianggap oleh masyarakat sebagai Waliyullah Jadab oleh masyarakat sekitar di Bangkalan, Madura. Bernama asli KH. Kholilurrahman yang merupakan cicit dari KH Syaikhona Mohammad Kholil bin Abdul Latif (akrab dipanggilan Syaikhona Kholil).

Sebutan Ra merupakan kependekan Lora atau semacam Gusdalam bahasa Jawa untuk menyebutkan anak dari seorang Kyai. Tubuhnya yang sudah tua namun terlihat nyentrik, aneh dan kadang tidak masuk akal pikiran. Nah berikut beberapa karomah beliau yang KHS himpun dari berbagai sumber terutama Harian Bangsa dengan kolom khususnya.

Sebelumnya kita mesti mengetahui bahwa dalam terminologi ilmu sufi ada empat jenis keistimewaan yang diberikan kepada manusia.

Pertama Mukjizat: Mukjizat ini hanya diberikan kepada para Nabi. Seperti kita pahami, bentuk mukjizat bermacam-macam. Umumnya tak masuk akal. Misalnya, dari jari Nabi Muhammad S.aw. tiba-tiba bisa memancar air, bisa membelah bulan dan sebagainya.

Kedua Karomah: Karamah ini diberikan kepada manusia istimewa di bawah Nabi. Jadi diberikan kepada orang tertentu yang memang disayang Tuhan. Karena itu mereka disebut wali (kekasih Allah). Wali sebenarnya tak bisa dideteksi. Bahkan dalam ajaran sufi disebutkan bahwa tak ada yang bisa mengetahui wali kecuali sesama wali. Karena itu kalau tiba-tiba ada orang mengaku wali patut diragukan.

Ketiga Mau’nah: Yaitu keistimewaan untuk orang biasa. Jadi orang biasa, tapi punya keistimewaan tertentu. Misalnya, bisa terbang atau sejenisnya.

Keempat istidraj: Keistimewaan ini diberikan kepada orang-orang yang menentang Allah. Jadi orang-orang yang sesat pun oleh Allah diberi keistimewaan. Hanya saja keistimewaan itu hakikatnya sekedar untuk memanjakan mereka (me-lulu-bahasa Jawa). Karena kelak di akhirat ia akan disiksa habis-habisan.

Nah terkait Ra Lilur ini memang Wallahu’alam namun masyarakat meyakini bahwa beliau menuju proses menjadi Wali atau Waliyullah Jadab Majedub (suatu tahapan untuk mencapai tingkat karamah (keistimewaan) yang biasanya disebut wali) dengan segala keanehan, dan hal-hal diluar nalar yang lain.

Buktinya, ia sudah tak peduli masalah duniawi. Penampilannya yang sangat bersahaja, Ia total kepada Allah melalui proses spiritual kontroversial. Diantaranya berendam di air laut siang malam. Maka mudah dipahami jika ia memiliki mukasafah (kemampuan meneropong masalah yang akan terjadi) cukup tinggi. Bahkan untuk melihat peristiwa yang akan terjadi pada masa datang seolah melihat di balik tirai saja.

Banyak orang yang antri untuk menemuinya untuk mendapatkan karomahnya mulai dari petinggi negeri ini, pejabat, ulama hingga rakyat biasa namun semuanya tidak serta merta ditemuinya karena sifatnya yang ‘aneh’ tersebut. “Tamunya beragam, tapi jangan kaget kalau tak kesokan (tidak mau,red), beliau tak mau menemuinya,” tegas KH Badrus Sholeh, salah seorang ulama Bangkalan bercerita soal kenyelenehan cicit ulama Bangkalan, KH Syaikhona Mohammad Kholil bin Abdul Latif ini.

Beragam sikap nyeleneh diantaranya adalah membakar pondok pesantren, naik mobil tanpa bensin, menyiapkan hidangan makan secepat kilat, berendam di laut serta memberi pil mencret untuk orang yang kehilangan sapi serta beragam lelaku lain yang kadang tidak masuk akal namun akhirnya terbukti dikemudian hari.

Berikut beberapa kisah karomah Ra Lilur

Naik Kendaraan Keliling Surabaya Tanpa Bensin

Keanehan yang ditunjukkan oleh Ra Lilur memang seolah tak pernah habis. Orang-orang yang pernah menyaksikan langsung perilaku Ra Lilur selalu dibuat geleng-geleng kepala. Maklum, banyak peristiwa tak masuk akal, namun terjadi secara nyata. Suatu ketika, Ra Lilur memanggil ajudan kepercayaannya, H. Husni Madani. Saat cicit Syaikhona Kholil Bangkalan itu minta agar Husni menemaninya jalan-jalan di Surabaya. Permintaan itu langsung diiyakan.

Berikutnya, Ra Lilur minta agar ajudannya menyewa sebuah mobil berikut sopirnya. Setelah rampung, keduanya berangkat ke Surabaya. Anehnya, ketika sang sopir hendak mengisi bensin, Ra Lilur melarang. “Sudah tak usah isi bensin,” kata Ra Lilur. Karena tahu siapa Ra Lilur sebenarnya, sang sopir langsung tancap gas menyeberangi Selat Madura. Ia melesat ke Surabaya. Di kota pahlawan ini sehari penuh kendaraan yang ditumpangi Ra Lilur melaju. Tapi uniknya, tak sedikitpun jarum spido penunjuk bensin turun.

“Sepanjang jalan saya terus mengawasi jarum penunjuk bensin. Tapi bensinnya tetap penuh. Saya jadi heran, lha wong bensin tidak diisi sama sekali, tapi tidak habis,” tutur Husni heran. Uniknya lagi, ketika kembali ke Desa Banjar Galis, Bangkalan Madura, tangki bensin tetap tidak berubah alias full tang. “Kalau dipikir, bahan bakar kendaraan itu siapa yang ngisi ya,” kata ajudan kepercayaan kiai jadab ini.

Kejadian seperti itu sering disaksikan Husni. Pernah suatu ketika Ra Lilur mengajak Husni keliling Kabupaten Bangkalan. Saat itu, Ra Lilur menyewa sebuah mobil pick up. Sang sopir diminta untuk menuruti permintaannya. Seperti halnya kejadian yang lalu, ketika sang sopir hendak mengisi bahan bakar, Ra Lilur melarang. Lagi-lagi orang yang mengikuti perjalanan kiai kasaf ini terheran-heran. Karena sejak berangkat hingga pulang bensinnya tetap pada posisi awal.

Main Drama, Ada di Dua Tempat dalam Waktu Sama

Namun ada yang lebih unik lagi dibalik peristiwa itu. Ceritanya begini. Salah seorang kiai tidak bisa pada undangan Ra Lilur di resepsi anak Husni itu. Keesokan harinya, sang kiai datang ke rumah tuan rumah (H. Husni Madani) untuk minta maaf karena tidak bisa hadir dalam pesta pernikahan anaknya. Lho, kenapa? Inilah yang ajaib. Ternyata kiai tersebut mengaku tidak bisa hadir karena kedatangan Ra Lilur ke rumahnya. Padahal 300 kiai yang diundang menyaksikan bahwa Ra Lilur sedang pentas main drama.

“Saya heran, lha wong pada malam itu bersama saya, tapi ternyata ada seorang kiai yang mengatakan Ra Lilur sedang bertamu ke rumahnya,” kata Husni. Kejadian serupa juga terjadi pada salah seorang kerabat Husni di Jakarta. Itu terjadi saat acara haul KH. Amin Imron. Pada acara tersebut, tiba-tiba Ra Lilur datang dan mengikuti acara tersebut. Kontan saja tuan rumah keheranan melihat kehadiran kiai yang jarang muncul di depan publik itu.

Tak hanya itu, Ra Lilur juga bertanya kepada tuan rumah soal foto dirinya yang dipajang didalam kamar. “Mana foto saya yang dipajang di dalam kamar,” sergah Ra Lilur seperti ditirukan Husni. Padahal, sebelumnya Ra Lilur tidak pernah sowan ke rumah kerabat Husni itu. Yang mengherankan Husni, karena ketika Ra Lilur dikabarkan ada di Jakarta menghadiri acara haul itu, sebenarnya kiai aneh itu berada di ndalem (sebutan rumah kiai) di Desa Banjar Galis. Ini berarti, lagi-lagi Ra Lilur berada di dua tempat dalam waktu bersamaan.

Tubuh Ra Lilur terjaring nelayan di laut

Suatu ketika pernah terjadi peristiwa menarik yang dialami para nelayan ikan. Kala itu seorang nelayan di Kecamatan Sepulu sontak kaget. Karena jaring yang ia tebar di tengah laut tiba-tiba terasa berat ketika diangkat. Dengan harap-harap cemas ia menarik jaringnya. Dalam pikirannya, ini pasti ikan besar. Namun betapa ia tertegun begitu jaring itu berhasil diangkat ke atas. Masyaallah, ternyata bukan ikan, melainkan tubuh manusia. Yang lebih mengagetkan lagi, ternyata tubuh itu adalah tubuh Ra Lilur yang sedang membujur. Kontan nelayan itu menceburkan kembali tubuh Ra Lilur ke laut.

Si nelayan terus tertegun. Ia tak habis pikir. Bagaimana mungkin tubuh manusia berendam dalam air sekian lama, apalagi itu jelas tubuh Ra Lilur. Sejenak ia sempat menduga, jangan-jangan Ra Lilur telah meninggal karena tenggelam di laut. Tapi dugaan nelayan itu meleset. Karena Ra Lilur sehat wal-afiat, tubuhnya tetap segar bugar sampai kini.

Menyaksikan kenyataan itu si nelayan semakin percaya betapa Ra Lilur itu waliyullah (kekasih Allah). Apalagi, sejak peristiwa itu hasil tangkapan nelayan tersebut langsung melimpah. Bahkan, setiap kali turun melaut, hasil tangkapannya lebih banyak dari pada nelayan lainnya. Ia pun yakin bahwa dirinya telah mendapat barakah. Yakni terus bertambahnya kebaikan. Bukankah sebagian orang menyebut barakah sebagai zidayatul khoir (semakin bertambahnya kebaikan)?

Warga menemukan sapinya yang hilang setelah diberi obat mencret Ra Lilur

Perilaku aneh Ra Lilur tidak hanya terjadi pada persoalan-persoalan negara, tapi juga berkaitan dengan orang kampung. Suatu ketika seorang penduduk di desa terpencil kehilangan sapi. Ia sedih karena sapi itu merupakan satu-satunya harta yang paling berharga bagi keluarganya.

Karena ingin sapinya kembali, dia sowan ke kediaman Ra Lilur. Maksudnya untuk minta barokah agar sapinya bisa kembali lagi. Kebetulan waktu itu Ra Lilur sedang berada di rumah. Ia langsung ditemui oleh kiai nyentrik itu. Padahal, tamu yang hendak sowan ke Ra Lilur, biasanya baru bisa ketemu minimal setelah tiga kali sowan. Tapi, kali ini aneh. Ra Lilur malah dengan senang hati membantu orang yang malang itu. Lalu apa yang dilakukan Ra Lilur ketika diminta barokah agar sapi orang itu kembali lagi? Lagi-lagi Ra Lilur bertindak tak masuk akal.

Warga yang kehilangan seekor sapi itu diberi pil mencret atau murus. Tentu saja orang itu bingung dan dongkol. “Orang kehilangan sapi kok diberi obat murus. Ini sungguh tak masuk akal,” kata orang yang kehilangan sapi itu tak habis pikir. Namun sebelum pulang pil itu tetap diminum sesuai petunjuk Ra Lilur. Meski demikian ia tetap saja pikirannya tak bisa menerima.

Ia kemudian pulang. Di tengah perjalanan menuju rumahnya, tiba-tiba perutnya mules. Tanpa pikir panjang ia lantas pergi ke sungai untuk membuang hajat. Ajaib, ternyata setelah buang hajat, dia melihat beberapa ekor sapi ditambatkan di semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu sapi yang ditambatkan itu adalah miliknya. Ia girang bukan main. Namun di balik kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Ia gelo karena hatinya sempat dongkol pada Ra Lilur ketika diberi obat murus.

Pengusaha Besi Kapok Datang, Rugi Rp 100 Juta, Ayah Mati

Banyak cerita menarik yang dialami Habib Ali Zainal Bin Anis Al Muchdor ketika berkunjung ke kediaman Ra Lilur di Tanah Merah Bangkalan Madura. “Waktu itu saya melihat pakaian Ra Lilur yang sederhana. Saya lantas ingat satu hadits yang mengatakan agar hati-hati terhadap orang yang berpakaian compang-camping. Karena orang itu mulya di sisi Allah. Uniknya, seketika itu Ra Lilur menjawab Salallahalaihi Muhammad,” tutur Habib. Sontak Habib takdim kepada Ra Lilur. Karena apa yang ada dalam hati Habib, ternyata Ra Lilur tahu.

Tak lama kemudian Ra Lilur bertanya kenapa seorang pengusaha besi tua bernama H. Hasan yang tinggal di Cililitan Jakarta tak pernah datang lagi kepadanya. Habib Ali menjawab mungkin sudah jera karena banyak pengalaman pahit yang dialami ketika datang ke Ra Lilur. Menurut Habib, Hasan pernah mengalami tekanan ekonomi. Karena ia mendengar kejadian-kejadian aneh yang dialami Habib bersama Ra Lilur, ia kemudian memutuskan datang kepada kiai jadab itu.

Ia minta do’a kepada Ra Lilur. Ia berharap, cicit Syaikhona Kholil Bangkalan itu, mau mendo’akan, agar usahanya tetap langgeng. Begitu juga kalau ada job baru sukses.

Singkat cerita, setibanya di rumah sang kiai, segera ia disambut ajudan sekaligus dihadapkan kepada Ra Lilur. Hasan lantas menceritakan masalahnya. Ra Lilur mendengar semua cerita Hasan. Namun yang membuat Hasan tak habis pikir, ketika hendak pulang, ia diberi obat sakit kepala Paramex.

Tentu ia bertanya-tanya dalam hati. Dengan diliputi tanda tanya, Hasan pulang ke rumahnya di Jakarta. “Di dalam bus, saya terus mikir. Mau diapakan obat ini. Kenapa pula kiai memberi saya ini,” gumam Hasan seperti ditirukan Habib.

Seminggu kemudian, H. Hasan ternyata tertimpa musibah. Usahanya rugi Rp 100 juta. “Mati aku. Rupanya itu maksud kiai memberi obat,” kata Hasan tersenyum kecut. Sebulan kemudian, di rumahnya, telepon H. Hasan mendadak berdering. Telepon itu dari saudaranya di Tanah Merah, Madura. Ia mengabarkan bahwa abahnya (ayah), yang murid Habib Sholeh Tanggul, Jember, sakit keras. Dilanda rasa gundah tak terkira, ia pun pergi menemui abahnya.

Abahnya terbaring sakit di atas pembaringan. Ia lantas menemui guru abahnya, yaitu Habib Sholeh Tanggul, H. Hasan diminta membawa tasbih. Menurut Habib Sholeh, tasbih itu, selain untuk wirid juga sangat manjur untuk mengobati orang sakit. Sesuai dengan pesan guru, tasbih itu dicelupkan ke dalam segelas air. Selanjutnya, air bekas celupan itu diminumkan kepada orang yang sakit. Semula, penyakit itu memang berkurang. Badan abahnya sedikit enakan. Tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian, bapaknya kembali jatuh sakit. H. Hasan pun segera beranjak pergi meminta do’a kepada Ra Lilur.

Yang tak membuat H. Hasan heran lagi, ketika Ra Lilur, memberinya kapas, berikut minyak telon. Itu diberikan ketika H. Hasan hendak pulang. Seperti sebelumnya, dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya di Tanah Merah, hati H. Hasan, diliputi tanda tanya yang hebat. Begitu tiba di rumah abahnya, ia mendapati banyak orang menangisi kepergian orang tua lelakinya itu. Rupanya, kapas dan minyak telon itu, sebagai perlambang bahwa penyakit orang tuanya tak dapat disembuhkan. “Kapok sudah saya bertemu Ra Lilur,” kata H. Hasan setengah menggerutu.

Geger, Wanita Misterius Penjemur Ikan Dinikahi Kiai

Di kawasan pesisir Bangkalan ada seseorang wanita yang sehari-harinya membersihkan ikan. Wanita itu tak ubahnya seorang buruh. Ia tiap hari membersihkan dan menjemur ikan milik orang. Ia hanya dapat upah sekian rupiah dari jerih payahnya itu. Kesibukan di kawasan pesisir itu membuat orang tak pernah memperhatikan wanita itu. Apalagi wanita itu memang tampil seperti umumnya buruh; kusut dan agak kotor. Karena itu masyarakat tak pernah memperdulikan.

Masyarakat baru terhenyak ketika wanita berpenampilan kumal itu dinikahi Ra Lilur. Rasan-rasan pun ramai. Mereka seolah tak percaya kiai seterhormat Ra Lilur mau menikahi wanita buruh itu.

Yang menarik, begitu berita pernikahan Ra Lilur dengan wanita itu tersebar, masyarakat mulai bertanya-tanya, dari mana asalnya wanita tersebut. Sebab meski setiap hari bertemu dan berkumpul masyarakat di sekitar pesisir itu tak ada yang tahu asal muasal wanita tersebut. Masyarakat pun mulai geger. Wanita itu dianggap misterius karena tak diketahui asal usulnya.

Ajaibnya, begitu masyarakat heboh tiba-tiba muncul informasi bahwa wanita tersebut berasal dari kesultanan Demak. Karuan saja masyarakat kembali ramai.

Tapi benarkah ia berasal dari kesultanan Demak? Wallahu a’lam. Tapi masyarakat di sekitar pesisir itu yakin ia berasal dari Demak. Yang juga unik wanita itu tetap sederhana meski dinikahi Ra Lilur. Padahal ia telah jadi istri orang terhormat dan disegani masyarakat. Bahkan Ra Lilur bukan saja disegani masyarakat tapi juga dihormati para ulama. Toh istri Ra Lilur tetap bersahaja. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ia berjualan es lilin. Dagangannya itu kadang dijajakan kepada para santri KH. Abdullah Schaal di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan. “Ia sering ke sini (pesantren) jual es lilin,” kata salah seorang keluarga Kiai Abdullah Schaal.

Aneh, memang. Padahal, kalau mau, bisa saja ia kaya raya mengingat tamu Ra Lilur yang terus membludak. Ia juga bisa ongkang-ongkang, tak usah kerja keras, seperti umumnya istri kiai. Tapi itu tak ia lakukan. Ia lebih suka makan dari hasil keringatnya sendiri ketimbang menunggu pemberian masyarakat.

Terjangkit Penyakit Menahun, Diobati dengan Tiga Korma

Ra Lilur ternyata tak hanya piawai mendeteksi masa depan. Ia juga ahli mengobati orang sakit. Tak aneh jika banyak tamu yang minta tolong untuk mengobati penyakitnya. Bahkan semenjak hijrah ke sebuah desa di kecamatan Galis Bangkalan, tamu yang hadir meminta barokah semakin bejibun saja. Uniknya, yang datang tidak hanya dari kalangan santri dan masyarakat biasa, namun juga kiai pengasuh pesantren yang punya masalah.

Salah satunya, seorang kiai asal Surabaya. Kiai ini sudah puluhan tahun mengidap penyakit aneh. Awalnya dikira terkena serangan syaraf. Menurut analisis dokter spesialis syaraf terkenal yang praktik di Jl. Diponegoro Surabaya, kiai ini, syaraf rahangnya terganggu, sehingga sulit mengatupkan lidahnya. Kalau berbicara harus dipegang. Pendek kata penderitaan itu sudah lama.

Sebelum memeriksakan ke dokter neurolog tersebut, kiai ini melanglang buana berkonsultasi dengan berbagai ahli, baik ahli medis, maupun paranormal. Tapi hasilnya nol besar. Bahkan pernah juga berkonsultasi ke KH. Ghofur, pengasuh ponpes Sunan Drajat Paciran Lamongan. Juga gagal. Salah seorang santrinya, pernah menyarankan agar berobat ke suatu daerah di Jabar. Tapi setelah dijalankan, perkembangannya hanya sesaat. Usai berobat, hanya sepekan kondisinya sehat, setelah itu kambuh lagi.

Karena penyakit yang menahun inilah, kemudian timbul syak swasangka, jangan-jangan penyakit aneh ini, bukan penyakit lahir, karena tak terdeteksi secara medis, tetapi penyakit kiriman, alias terkena sihir atau sejenisnya. Namun kiai ini terus berikhtiar sembari tetap pasrah. Di tengah-tengah kepasrahan itulah, tiba-tiba timbul wisik-wisik dari seorang tamu yang agak aneh. Tamu itu menyarankan, agar meminta barokah ke Ra Lilur.

Tanpa pikir panjang, maka berangkatlah rombongan kiai itu ke tempat pedepokan Ra Lilur di sebuah desa Banjar kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan. Biasanya orang yang tak pernah sowan ke Ra Lilur, sulit langsung ditemui. Tapi khusus yang satu ini, Ra Lilur langsung menyanggongnya. “Lenggi-lenggi pada parlo napa (mari silakan duduk, ada maksud apa ke sini),” sapanya.

Kiai ini langsung mengutarakan niatnya. Ia juga menceritakan perjalanannya berobat ke mana-mana, namun hasilnya nihil. Mendengar keluhan itu, Ra Lilur langsung memberi tiga buah korma dari dalam rumahnya. “Da’ar pa tada’ (silakan makan dihabiskan),” kata Ra Lilur.

Saat dialog itu tak begitu cair. Maklum Ra Lilur memang sering memperlihatkan suasana yang sulit ditebak. Kadang-kadang tertawa, tapi kadang-kadang tak banyak bicara. Mungkin saat itu, Ra Lilur paham, betapa menderitanya kiai ini lantaran merasakan sakit menahun.

Usai menyuguhkan tiga korma, Ra Lilur memberi wejangan, agar kiai tadi, berobat ke seorang dokter kiai di sebuah kawasan sekitar Pasar Turi Surabaya. Kenapa disebut dokter kiai, karena dokter itu, selain memberi obat, juga memberi bacaan-bacaan. Hasilnya? Alhamdulillah, penyakit menahun kiai sederhana itu akhirnya berangsur-angsur sembuh.

Ra Lilur membakar Pondok Pesanteran

Kecenderungan Ra Lilur berperilaku seperti Nabi Khidlir memang cukup tinggi. Akibatnya, masyarakat cenderung tak paham. Bahkan ada yang nggrundel menyalahkan. Mereka baru sadar setelah peristiwa itu terjadi kemudahan. Ini terjadi juga ketika Ra Lilur membakar pondok pesantren yang diasuh KH. Abdullah Schaal. Seperti dilaporkan HARIAN BANGSA kemarin, Ra Lilur tiba-tiba membakar pondok pesantren.

Pesantren (PP) Syaikhona Kholil Demangan Barat Bangkalan. Karuan saja masyarakat geger. Karena dalam pandangan masyarakat umum, hanya orang gila yang berani membakar pondok pesantren. Apalagi, masyarakat Bangkalan sangat fanatik terhadap dunia pesantren. Kala itu memang belum diketahui siapa orang yang berani membakar pesantren milik Kiai Abdullah yang terkenal sangat kharismatis di Bangkalan itu.

Aparat keamanan pun kewalahan. Mereka langsung mencari siapa sebenarnya pelaku pembakaran itu. Namun, belum sempat tahu siapa pelakunya, KH. Amin Imron (kini almarhum) langsung mencegatnya. “Sudah biar saja Pak, yang bakar pondok itu keponakan saya sendiri kok,” kata Kiai Amin, ayah anggota DPR Fuad Amin.

Mendengar itu polisi langsung balik kucing. Begitu juga Kiai Abdullah Schaal. Ia tenang-tenang saja. Kiai yang sangat dihormati masyarakat Madura itu bahkan hanya senyum-senyum saja.

Memang. Peristiwa pembakaran pesantren yang terjadi pada 1979 itu ternyata menyimpan isyarat penuh misteri. Meski demikian, kala itu muncul ramalan bahwa suatu hari nanti akan berdiri bangunan pesantren setinggi ujung bara api, bekas pembakaran. Tinggi api ketika pesantren itu dibakar setinggi pohon kelapa.

Ternyata benar. Kini berdiri bangunan berlantai 7 mirip hotel. Pesantren itu untuk menampung para santri yang terus membludak dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970, misalnya jumlah santri hanya berkisar 20 sampai 30 orang. “Itu pun hanya santri putra,” tutur Kiai Imam Buchori. Kini santri pesantren itu telah mencapai ratusan terdiri terdiri dari santri putera dan puteri.

Di Sadur Dari Blog: [ www.khsblog.net ]
Share:

Tokoh Islam

Hikmah

Islamia

Muslimah