• Dzikir Pagi Dan Petang

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Mejelang Tidur

    Siapa yang membaca ayat Kursi saat hendak tidur, maka sesungguhnya dia selalu berada dalam perlindungan Allah dan tidak didekati setan hingga pagi hari.

  • Bacaan Setelah Bangun Tidur

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Setelah Shalat Fardlu

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Bacaan Shalat Tahajud

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

Senin, 25 Desember 2017

Toleransi Tenggangrasa Dan Ucapan Selamat Natal


Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia selalu memerlukan orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab itulah manusia dijuluki sebagai makhluk sosial. Demikian padatnya kebutuhan manusia sehingga persinggungan diantara mereka tidak mungkin terelakkan. Bahkan di dunia yang semakin mengglobal ini, persinggungan itu telah menembus batas. Batas ruang, waktu, budaya, agama dan juga ideologi.

Persinggungan ini harus dikelola dengan baik, agar tidak berubah menjadi gesekan yang akan menghanguskan harmonisme kehidupan. Untuk menjaga ritem ini diperlukan sebuah konsep saling mengerti, yang dalam bahasa kita dikenal dengan teposeliro atau tenggangrasa. Yaitu sikap saling menghormati dan saling menghargai perasaan orang lain. Karena hanya dengan sikap inilah keselarasan hidup bersama orang lain akan tetap terseleggara. Apalagi jika mengingat keberadaan negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan juga bahasa. Maka memiliki sikap tenggangrasa menjadi sebuah kewajiban bagi saiapapun yang hidup di Indonesia.

Bagi umat Islam sendiri perbedaan ini bukanlah sebuah masalah. Karena memang demikianlah Allah swt menciptakan kehidupan di dunia ini, sebagaimana firmannya dalam al-Hujarat ayat 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا  

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…

Memang mengelola perbedaan bukanlah hal yang mudah, hanya muslim yang berkwalitas iman dan taqwanya yang dititipi oleh Allah swt kemampuan menjaga keseimbangan ini. Karena sejatinya perbedaan itu merupakan kasunyatan yang sengaja dihadirkan Allah swt sebagai cobaan bagi umat muslim. Sebagaimana diandaikan Allah sendiri dalam surat al-Maidah 48.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Seandainya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan  satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

Ayat di atas merupakan sebuah petunjuk bagi umat muslim, bahwasannya persamaan dan kesatuan hanyalah sekedar pengandaian adapaun kenyataannya sesungguhnya adalah perbedaan, dan sekaligus Allah swt menjadikan yang nyata itu sebagai ‘soal’ ujian bagi manusia. Karena Allah swt mengetahui bahwa manusia tidak akan mampu menjawab soal ujian yang bersifat pengandaian seperti di atas. Dengan kata lain manusia tidak akan mampu bertahan hidup jika Allah swt menciptakan manusia dalam satu macam saja.

Dalam rangka mempermudah manusia menemukan jawaban dari soal ujian tentang perbedaan ujian ini, Allah swt perintahkan Rasulullah saw turun ke bumi untuk mengajar umatnya. Sayangnya persinggungan Rasulullah saw dengan pemeluk agama lain (yahudi dan nasrani) tidak tergambar dengan komplit dalam hadits-haditsnya kecuali sangat sedikit sekali. Diantaranya adalah hadits riwayat Abu Hurairah;

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r قَالَ لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan bila kamu berjumpa dengan mereka di jalan maka desaklah mereka ke tempat yang lebih sempit.” (HR. Muslim)

Melalui hadits di atas Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara memperlakukan pemeluk agama lain ketika berpapasan di tengah jalan. Demikian pula seharusnya ajaran ini diqiyaskan secara aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Hendaknya seorang muslim tetap menyediakan ‘ruang sosial’ untuk menghormati mereka, tetapi ruang itu harus lebih sempit adanya dibandingkan dengan ruang sosial yang kita sediakan sesama muslim. Hal ini sebagai bukti keteguhan hati dalam beragama Islam.

Ruang itupun harus jelas batasannya. Imam Nawawi dalam Tafsir Munir menjelaskan bahwa penghormatan itu hanya boleh dilakukan dalam batas urusan duniawi (sosial saja) tidak menyinggung soal aqidah. Itupun harus disertai dengan keyakinan bahwa hanya Islamlah agama yang paling haq, adapun yang lain adalah bathil. Jikalau penghormatan itu terlalu berlebihan hingga melahirkan rasa simpati kepada agama lain, maka hal itu dilarang. Karena dapat menyebabkan kekufuran.

واعلم أن كون المؤمن مواليا للكافر يحتمل ثلاثة اوجوه احدها ان يكون راضيا بكفره ويتولاه لأجله وهذا ممنوع لان الرضى بالكفر كفر. وثانيها المعاشرة الجميلة فى الدنيا بحسب الظاهر وذلك غير ممنوع. وثالثها الركون الى الكفر والمعونة والنصرة اما بسبب القرابة اوبسبب المحبة مع اعتقاد ان دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر الا انه منهى عنه لان الموالة هذا المعنى قد تجره الى استحسان طريقه والرضى بدينه وذلك يخرجه عن الاسلام 

Demikian pula pendapat Imam ar-Razi yang termaktub dalam tafsirnya Mafathul Ghaib. Meski demikian keterangan dalam Hasyiyah al-Bujairami alal Khatib memberikan pengecualian bahwa berhubungan dengan pemeluk agama lain sangat dianjurkan apabila dirasa mampu memberikan maslahah secara syar’i atau dapat menghindarkan diri dari bahaya

 قَوْلُهُ (تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ) أَيْ الْمَحَبَّةُ وَالْمَيْلُ بِالْقَلْبِ وَأَمَّا الْمُخَالَطَةُ الظَّاهِرِيَّةُ فَمَكْرُوهَةٌ ... الخ أما معاشرتهم لدفع ضرر يحصل منهم أو جلب نفع فلاحرمة فيه  ا هـ

Pembahasan mengenai hubungan dengan agama lain menjadi sangat kontekstual ketika musim natal dan tahun baru tiba. Apalagi kalau tidak soal hukum mengucapkan natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain?

Beranjak dari keterangan teks di atas, memang tidak ada satupun kata yang menunjuk pada ucapan selamat natal ataupun tahun baru. Mungkin saja tradisi semacam itu tidak terdapat dalam kehidupan penulis pada zaman dan dilingkungannya. Akan tetapi teks tersebut bisa menjadi sumber simpulan melarang mengupkan selamat natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain, kecuali hanya sebagai basa-basi saja. Bukan diniatkan sebagai do’a apalagi sebagai rasa simpati dengan aqidahnya.

Demikialah tradisi saling berucap selamat ini dilakukan oleh umat bergama di Indonesia. Mereka saling mengucap selamat di hari raya dan tahun baru sebagai mujamalah dhahriyah (basa-basi saja) tanpa ada rasa dalam hati. Ini merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam konsep tenggangrasa. Yaitu saling menjaga perasaan antara satu dan lainnya yang diejawantahkan dalam bentuk basa-basi dan kesopanan. Ini sangatlah penting karena ‘yang lain’ itu pada dasarnya adalah bagian dari keluarga besar Indonseia juga. Tenggangrasa tidak pernah meganggap yang lain adalah benar-benar orang lain. Tenggangrasa melihat perbedaan sebagaimana adik-kakak yang berbeda pendirian, berbeda selera dan keinginan tetapi mereka adalah satu keluarga. Sesuai dengan firman Allah swt 

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ

Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,

Hal ini sungguh berbeda dengan konsep toleransi yang memandang orang lain adalah benar-benar orang lain, bukan bagian dari keluarga. Sehingga harus dihormati dan diberi kesempatan selayaknya menghormati seorang tamu bukan saudara. Diantaranya dengan membiarkan (tolere) apapun yang mereka lakukan meskipun itu berbeda dengan kita. Terasa sekali adanya unsur ‘agak memaksa’ dalam memberikan penghormatan menurut konsep toleransi. Dalam toleransi tersirat adanya kepentingan dalam ‘menghormati’ orang lain, penghormatan yang tidak lahir dari tulusnya hati tapi karena seuatu hadirnya sesutau yang lain.

Sesungguhnya jika diangan lebih dalam berbagai masalah yang timbul seputar wacana hubungan antar pemeluk agama (mulai dari ucapan selamat natal, valentine day, tahun baru, dll) itu muncul berbarengan dengan munculnya konsep toleransi itu sendiri. Walhasil apakah kita masih ingin melanjutkan keterjebakan kita dalam goa toleransi yang selalu menghadirkan permasalahan? Atau menggeser diri keluar dari kegelapan goa toleransi dan kembali pada terang tenggangrasa? (Red. Ulil H)

Sumber: www.nu.or.id
Share:

Minggu, 10 Desember 2017

Petaka Dunia Maya

Oleh: Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf

Teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan perkembangan pola berpikir umat manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai naluri ingin tahu, ingin mengenal, dan ingin berkomunikasi. Telepon, handphone, komputer, dan internet adalah sarana informasi dan komunikasi yang telah berhasil diciptakan.

Dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi, seperti internet, seseorang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di dunia ini dalam hitungan detik. Ia pun dapat berkomunikasi dan mengenal orang lain dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Inilah yang dikenal orang dengan sebutan dunia maya atau cyberspace.

Saat ini internet menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan segala kecanggihannya, internet telah merambah segala sisi kehidupan. Setiap pengguna dapat memanfaatkannya di manapun berada. Bahkan, hampir setiap rumah tidak luput dari teknologi canggih ini.

Di antara manfaat luar biasa internet ialah menjadi salah satu sarana hebat untuk menyebarkan Islam karena dapat menjangkau seluruh penjuru dunia. Tidak sedikit ahli ilmu yang mempunyai andil besar dalam pembuatan situs-situs internet untuk menyebarkan hukum-hukum, pendidikan, dan adab-adab Islam.

Bahkan, melalui taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala, muncul situs-situs yang mencantumkan sejumlah nama ulama besar, seperti Syaikhul Islam Ibnu Baz, Faqihul Islam Ibnu Utsaimin, dan Muhadditsul Islam al-Albani rahimahumullah—semoga Allah menjadikan surga Firdaus sebagai tempat kembali kita dan mereka.

Alhasil, dengan mudah para pengguna internet mendapatkan banyak pengetahuan Islam, baik di bidang akidah, fikih, hadits, akhlak, maupun adab, baik dengan mendengarkannya secara langsung, membacanya, maupun mencetaknya menjadi sebuah tulisan atau buku.

Tidak sebatas itu, pengguna internet pun dapat menikmati secara langsung alunan tilawatil qur’anberikut tafsirnya, hukumnya, dan sebagainya. Alhasil, teknologi internet ini berperan besar dalam khidmah terhadap Islam.

Namun, di balik semua itu, orang-orang yang gemar menebar kerusakan juga ambil bagian memanfaatkannya. Orang-orang kafir dan yang berniat jahat membuat dan menyediakan situs-situs yang penuh dengan kekejian dengan segala bentuknya: suara, gambar, atau tulisan. Mereka terus memperbanyak situs-situs semacam ini demi menyebarkan kehinaan dan kerusakan.

Tidak mengherankan jika para pelakunya adalah orang-orang kafir, karena memang bersenang-senang dengan syahwat dan syubhat menjadi tujuan utama hidup mereka, tanpa mengindahkan masalah agama, akal, ataupun etika. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَعۡلَمُونَ ظَٰهِرٗا مِّنَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ عَنِ ٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ غَٰفِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (ar-Rum: 7)

Orang-orang kafir mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia dan lalai dari kehidupan akhirat. Yang mencengangkan adalah apabila pelakunya sebagian muslimin dan orang-orang yang dikenal baik. Tentu saja ini menjadi musibah yang besar.

Hukum Menggunakan Teknologi Internet

Internet bagaikan sebilah pedang bermata dua. Keadaannya seperti kebanyakan alat teknologi pada umumnya: dapat digunakan untuk hal-hal yang baik dan yang jelek, yang tentu saja kembali kepada cara si pengguna memanfaatkannya. Itu semua karena kemunculan teknologi ini bersifat netral.

Pengaruh positif dan pengaruh negatif yang menjadi akibatnya, lebih banyak tergantung pada pemanfaatannya. Jika internet digunakan untuk hal-hal yang baik, hasilnya pun akan baik; sebaliknya, jika digunakan untuk yang jelek, hasilnya pun akan jelek.

Oleh karena itu, dalam kaidah syariat disebutkan, “Sebuah hukum akan berbeda tergantung pada keadaan setiap pelakunya”. Jika seseorang mengetahui bahwa dirinya hanya akan menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidak membuatnya lalai dari kewajiban syar’i, kewajiban manzili (tugas rumah/keluarga), dan kewajiban lainnya, internet menjadi kenikmatan yang diketahui kadarnya.

Adapun orang yang cenderung membebaskan dirinya dan tidak memedulikan batasan-batasan syariat, ia justru akan memikulkan dosa pada dirinya sendiri. Nikmat itu pun berubah menjadi petaka baginya.

Intinya, secara umum, menggunakan internet adalah hal yang mubah, tetapi apabila diperinci, tidak keluar dari lima hukum taklifi, yaitu:

HARAM

Menggunakan internet hukumnya haram apabila dijadikan sebagai media untuk melakukan keharaman dan masuk ke situs-situs yang diharamkan, baik untuk dibaca, didengar, maupun dilihat.

Allah berfirman,

وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا ١٤٠

“Sungguh, Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam al-Qur’an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam Jahanam.” (an-Nisa’: 140)

Sebagian salaf berkata, “Ketahuilah, saudaraku, berkhalwat dengan dosa adalah sebab terbesar datangnya kelemahan, sedangkan berkhalwat dengan ibadah adalah sebab kekokohan.”

WAJIB

Menggunakan internet boleh jadi hukumnya wajib bagi orang alim dan penuntut ilmu apabila mereka dituntut untuk menjelaskan hukum syariat kepada manusia atau dalam rangka membantah syubhat yang menyesatkan dan mengingkari kemungkaran.

MUSTAHAB

Hukum ini ditujukan bagi orang yang ingin mengambil faedah dari internet terkait dengan motivasi beramal dan berakhlak baik.

MAKRUH

Menggunakan internet hukumnya makruh apabila tujuannya melihat hal-hal yang mubah atau memang dianjurkan, tetapi menyebabkan si pengguna lalai dari ketaatan kepada Allah dan membuang waktu. Kalau yang dilihatnya adalah perkara haram, menjadi haramlah hukumnya.

MUBAH

Misalnya, melihat pengetahuan-pengetahuan umum, majalah, dan hal-hal yang tidak diharamkan serta tidak dimakruhkan.

Kejahatan Internet Terhadap Perempuan

Di dunia maya, ada kebaikan dan ada pula keburukan sebagaimana halnya dunia nyata. Ada kebaikan, pasti ada keburukan. Sebanyak pesan kebaikan menyebar, sebanyak itu pula kejahatan merajalela.

Saat ini kekerasan terhadap perempuan tidak lagi hanya secara fisik, tetapi juga secara online. Kerentanan perempuan di internet tidak terlepas dari kelemahannya. Di internet, perempuan dilihat sebagai tubuh, bahkan objek seksual.

Banyak yang tidak menyadari bahwa internet juga menjadi ranah kejahatan terhadap perempuan. “Tidak ada yang menjaga hak-hak perempuan di internet,” ungkap Nani Buntarian, aktivis perempuan yang sejak 1998 menginisiasi pengguna mailing list untuk gerakan perempuan.

Hal ini terungkap dalam Diskusi Rabu Perempuan di Kedai Tjikini, Rabu, 24/10 lalu. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan bekerjasama dengan Jaringan Perempuan Eksplorasi Hak Internet dan Seksualitas tersebut, terungkap berbagai pengalaman kekerasan terhadap perempuan di internet. Penipuan sampai pelecehan seksual terjadi di internet tanpa ada ‘polisi’ yang mengawasi dan menindak tegas pelakunya.

Kejahatan di dunia maya sering kali terorganisasi sehingga sulit dilacak. Lebih parah lagi, kejahatan di dunia maya meretas batas-batas negara. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Korban kejahatan ini sudah banyak berjatuhan.

Sebuah media memberitakan, bahwa belum lama ini pihak kepolisian berhasil mengungkap kejahatan yang menawarkan perempuan secara online. Yang memprihatinkan, kejahatan ini baru terungkap setelah dua tahun beroperasi dengan korban lebih dari 2.000 perempuan dengan beragam pendidikan dan profesi. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Bolehkah Muslimah Menggunakan Internet?

Islam adalah agama yang mengharamkan pemeluknya mengikuti langkah-langkah setan. Islam juga mengharamkan segala sarana yang dapat menjerumuskan kepada keharaman, meskipun pada asalnya sarana tersebut adalah mubah. Inilah yang disebut oleh ulama sebagai qa’idah saddu adz-dzara–i’ (menutup pintu kerusakan). Allah subhanahu wa ta’alaberfirman,

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَإِنَّهُۥ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۚ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدٗا وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ٢١

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalianmengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak ada seorang pun dari kalian yang bersih (dari perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (an-Nur: 21)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

وَلَا تَسُبُّواْ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّواْ ٱللَّهَ عَدۡوَۢا بِغَيۡرِ عِلۡمٖ

“Janganlah kalian memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan….”(al-An’am: 108)

Di antara dampak negatif keterlibatan perempuan di dunia internet adalah godaan kaum laki-laki terhadapnya sehingga hatinya terpengaruh, demikian pula sebaliknya. Apalagi, perempuan itu lemah, cepat terpengaruh oleh kata-kata yang mengandung sanjungan dan pujian.

Oleh karena itu, perempuan tidak boleh melibatkan diri pada situs atau blog milik laki-laki jika merasakan adanya godaan/gangguan. Setan senantiasa menyamarkan sesuatu di hadapan manusia, membuka pintu menuju kemaksiatan, dan mencampuradukkan hal-hal yang disyariatkan dengan yang tidak, hal-hal yang hak dengan yang batil.

Maka dari itu, obrolan antara laki-laki dan perempuan, baik dengan suara maupun tulisan, pada dasarnya adalah hal yang mubah, tetapi terkadang menjadi sebab terperangkapnya mereka dalam jerat-jerat setan.

Perempuan yang mengetahui kelemahan dirinya dan khawatir jatuh ke dalam perangkap setan wajib menahan dan menyelamatkan dirinya. Adapun yang memiliki kekuatan dan kekokohan, boleh melakukannya dengan beberapa syarat:

Tidak memperbanyak pembicaraan di luar topik yang dipermasalahkan atau selain dakwah IslamTidak melembutkan suara dan tidak menggunakan ungkapan yang cenderung lembekTidak menanyakan privasi, alamat e-mail, alamat rumah, dan lain-lain yang tidak ada hubungannya dengan pembahasanSegera menghentikan dan menahan pembicaraan apabila hati mulai merasakan getaran syahwat.

Perempuan boleh ikut serta dalam blog atau situs yang bersifat umum apabila terikat dengan ketentuan berikut.

Keterlibatannya hanya sebatas keperluan. Dia meletakkan inti masalahnya, kemudian keluar tanpa perlu memberikan komentar selain yang memang harus. Sebab, hukum asalnya adalah menjaga pembicaraan dengan laki-laki dan tidak bercampur baur dengannya.Dia tidak boleh mengucapkan kata-kata yang dapat menimbulkan godaan/gangguan, seperti bercanda, ucapan yang lembut, tertawa, atau menggunakan smiley yang menggambarkan orang sedang tersenyum. Semua itu akan membuat tamak orang yang hatinya berpenyakit. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٣٢

“Hai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan yang lain jika kalian bertakwa. Maka dari itu, janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32)

Dia harus menghindari pemberian alamat e-mailkepada laki-laki walaupun dengan tujuan meminta bantuan. Sebab, hal ini dapat menyebabkan terikatnya hati dan timbulnya godaan.Yang lebih utama dan lebih baik adalah perempuan hanya melibatkan diri atau mengunjungi blog-blog yang khusus dimiliki oleh perempuan. Ini lebih selamat baginya. Jika ada kebutuhan untuk ikut serta dalam situs atau blog yang sifatnya umum, alangkah baik jika ia memilih nama atau identitas yang tidak menunjukkan perempuan.

Bolehkah Muslimah Menjadi Pengelola Situs yang Bersifat Umum?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan sama dalam hal hukum, kecuali jika ada dalil yang membedakannya, seperti tanggung jawab yang bersifat umum menyangkut kepemimpinan, kehakiman, dan sejenisnya yang menjadi kekhususan kaum laki-laki.

Akan tetapi, terkadang perempuan juga memikul tanggung jawab dalam hal kepemimpinan yang wilayahnya terbatas, seperti ketika melakukan perjalanan dengan rombongan sesama perempuan, mengepalai lembaga pendidikan khusus perempuan, dan semisalnya.” (asy-Syarhul Mumti’ 3/218)

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah disebutkan, di antara kepemimpinan dan tanggung jawab yang boleh dipikulkan kepada kaum perempuan adalah persaksian, wasiat, dan penjagaan wakaf.

Ibnu ‘Abidin berkata, “Perempuan boleh memikul tanggung jawab dalam hal menjaga wakaf, wasiat kepada anak yatim, dan menjadi saksi.”

Ibnu Taimiyah dan al-Qadhi Abu Ya’la al-Hambali berpendapat bahwa perempuan memikul tanggung jawab terhadap harta anaknya yang yatim sepeninggal ayah dan kakeknya.

Ada riwayat dari Umar a, beliau berwasiat kepada Hafshah agar bertanggung jawab terhadap wakaf sepeninggal beliau. (Fathul Bari, syarah [penjelasan] hadits no. 2772)

Alhasil, seorang muslimah boleh mengelola dan bertanggung jawab terhadap blog pribadinya atau situs-situs yang bersifat umum, karena hal itu termasuk domain khusus yang dapat dipikulnya, terlebih lagi kalau blog dan situs tersebut pengunjungnya hanya kaum perempuan.

Adapun jika blog dan situs itu terbuka untuk umum, pengunjungnya laki-laki dan perempuan, ini membutuhkan sebuah kehati-hatian dan melihat keadaan si pengelola. Artinya, kalau pekerjaan ini menyebabkan dirinya selalu berhubungan dengan laki-laki, bersama dengannya, dan selalu meminta pendapatnya meskipun lewat telepon atau chattingatau melalui instant messenger (Yahoo Messenger, Window Live Messenger), yang seharusnya dilakukan adalah menutup pintu godaan. Seorang muslimah hendaknya menjauhi hal ini demi menjaga agamanya.

Betapa banyak kerusakan dan petaka yang menimpa seorang muslimah karena hal ini, padahal awalnya bisa jadi terbebas dari kejelekan dan kerusakan. Karena itu, Islam menutup setiap jalan dan pintu yang dapat menimbulkan godaan, gangguan, dan kerusakan semaksimal mungkin.

Wallahu a’lam.

Sumber: [www.qonitah.com]
Share:

Selasa, 17 Oktober 2017

Syeikh Muhammad Nafis Al-banjari Sufi Dari Kalimantan


Dalam deretan ulama Banjar, nama Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari tak kalah masyhur dibanding Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Kalau Muhammad Arsyad dikenal sebagai ahli syariat, maka Muhammad Nafis dikenal sebagai pakar ilmu kalam dan tasawuf. Dengan keilmuannya, ia berhasil menorehkan prestasi sebagai salah seorang ulama terkemuka Nusantara.

Dialah pengarang “Durr Al-Nafis”, kitab berbahasa Jawi yang dicetak berulang-ulang di Timur Tengah dan Nusantara, yang masih dibaca sampai sekarang. Dia berada dalam urutan kedua setelah Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari dari segi pengaruhnya atas kaum muslimin di Kalimantan. Apa yang yang harus dilakukan kaum muslimin agar memperoleh kemajuan dalam hidup? Mengapa Belanda melarang kitabnya beredar di Indonesia?

Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari bin Idris bin Husien, lahir sekitar tahun 1148 H/1735 M,di Kota Martapura Kalimantan Selatan, dari keluarga bangsawan atau kesultanan Banjar, silsilah dan keturunanya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M.) Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam sebelumnya bernama Pangeran Samudera.

Silsilah lengkapnya adalah: Muhammad Nafis bin Idris bin Husien bin Ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahlillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah. Muhammad Nafis hidup pada periode sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Jika Arsyad meninggal tahun 1227/1812, Nafis belum diketahui tahun wafatnya. Yang kita ketahui, peristirahatan terakhir beliau di Mahar Kuning Desa Bintaru, sekarang menjadi bagian Kelua Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, sekitar 125 kilometer dari Banjarmasin. Tidak ada catatan pasti tahun pergi menuntut ilmu ke tanah suci Makkah. Diperkirakan ia pergi menimba ilmu pada usia dini sangat muda, sesudah mendapat pendidikan dasar-dasar agama Islam di kota kelahirannya Martapura.

Sebagian ahli berpendapat, masa belajar Muhammad Nafis tak jauh dari masa Muhammad Arsyad al-Banjari. Bahkan, para masyasyikh-nya juga kebanyakan sama, yakni Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Madani, Muhammad al-Jauhari, Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi al-Mishry (syekh al-Azhar sejak 1207 H/ 1794 M), Muhammad Shiddiq bin Umar Khan (murid al-Sammani) dan Abdurrahman bin Abdul Aziz al-Maghribi.

Dari para gurunya itu, Muhammad Nafis banyak belajar tasawuf. Sekian lama ia mematangkan pengetahuan dan lelaku tasawufnya sampai ia diberi gelar kehormatan “Syekh Mursyid.” Dengan gelar itu, ia beroleh ijazah untuk mengajarkan dan membimbing ilmu tasawuf kepada orang lain. Pencapaian itu tentunya tak mudah dan instan, tapi membutuhkan waktu latihan dan perenungan yang sangat lama.

Sekian lama berada di Mekkah, ia akhirnya kembali ke Nusantara, diperkirakan pada 1210 H/1795. Saat itu, yang memerintah di Banjar adalah Sultan Tahmidillah (Raja Islam Banjar XVI, 1778-1808 M). Tapi, karena Nafis tak suka dekat dengan kekuasaan, ia memilih meninggalkan Banjar dan berhijrah ke Pakulat, Kelua, sebuah daerah yang terletak sekitar 125 km dari Banjarmasin. Alasan lain adalah perkembangan Islam di daerah sekitar Martapura dan Banjar sudah ditangani oleh Syekh Muhammad Arsyad.

Sedang daerah Kelua, termasuk daerah pedalaman, masih belum terjangkau oleh dakwah Islamiyah ulama Banjar. Dengan gigih, Muhammad Nafis mengenalkan Islam di sana. Berkat kegigihannya, daerah itu kemudian menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan. Juga menjadi daerah yang turut melahirkan para pejuang anti-Belanda.

Dalam berdakwah, Muhammad Nafis dikenal sebagai sosok pengembang tasawuf yang andal. Meski di Banjar saat itu terjadi pertentangan antara kubu Muhammad Arsyad dengan Syekh Abdul Hamid Abulung yang didakwa sebagai pengembang wujudiyyah, dakwah tasawuf ala Muhammad Nafis berlangsung dengan lancar dan damai. Ini tak lepas dari corak tasawuf yang diusungnya, yakni “merukunkan” tasawuf sunni dan falsafi yang diposisikan secara diametral.

Ia juga tampak tak terikat dengan satu tarekat secara total. Shingga, menurut pengakuannya sendiri, ia adalah pengikut tarekat Qadariyah, Syathariyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, dan Sammaniyah. Keikutsertaan Muhammad Nafis dalam ragam tarekat Mu’tabarah itu seolah menunjukkan bahwa suluk menuju Tuhan bisa dilakukan lewat berbagai jalan, tak hanya mengandalkan satu jalan saja. Juga menunjukkan betapa pengetahuan tasawuf Muhammad Nafis sangatlah mendalam.

Ciri khas ajaran tasawuf Muhammad Nafis adalah semangat aktivisme yang kuat, bukan sikap pasrah. Ia dengan gamblang menekankan transendensi mutlak dan keesaan Tuhan sembari menolak determinisme fatalistik yang bertentangan dengan kehendak bebas. Menurutnya, kaum muslim harus aktif berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik, bukan hanya berdiam diri dan pasrah pada nasib.

Sebab itulah, ajaran tasawuf ala Muhammad Nafis turut membangkitkan semangat masyarakat Banjar untuk berjuang lepas dari penjajah. Malah, konon, setelah membaca kitab karangannya, orang menjadi tak takut mati. Situasi ini jelas membahayakan Belanda karena akan mengobarkan jihad. Tak heran kalau kemudian berbagai intrik dilakukan oleh Belanda untuk menghentikan ajaran Muhammad Nafis, mulai dari kontroversi ajaran sampai pelarangan. Namun, dakwah Muhammad Nafis terus berlanjut sampai ia wafat.

ISLAM DI KALIMANTAN

Bebeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebarluasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan menyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.

Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab.

Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara. Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu. Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat. Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan. Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.

DAYA SPIRITUAL DAN KEWAJIBAN SYARIAT

Tak banyak karya yang ditinggalkannya. Namun, karya-karyanya senantiasa menjadi rujukan, tak hanya bagi kaum muslim Nusantara, tapi juga mancanegara. Di antara kitabnya adalah al-Durr al-Nafs. Nama kitab “Durr Al-Nafis” sesungguhnya amatlah panjang. Lengkapnya, kitab yang ditulis di Makkah pada 1200/1785 ini: “Durr Al-Nafis fi Bayan Wahdat Al-Af’al Al-Asma’ wa Al-Shifat wa Al-Dzat Al-Taqdis”. Kitab ini berkali-kali dicetak di Kairo oleh Dar Al-Thaba’ah (1347/192 8)dan oleh Musthafa Al-Halabi (1362/1943), di Makkah oleh Mathba’at Al-Karim Al-Islamiyah (1323/1905), dan di berbagai tempat di Nusantara. Kitab ini menggunakan bahasa Jawi, sehingga dapat dibaca oleh orang-orang yang tidak faham bahasa Arab.

Seperti diungkapkan Azyumardi Azra, dalam kitabnya itu, Muhammad Nafis dengan sadar berusaha mendamaikan tradisi Al-Ghazali dan tradisi Ibn ‘Arabi. Dalam karyanya ini, di samping menggunakan ajaran-ajaran lisan dari para gurunya, Nafis merujuk pada karya-karya “Futuhat Al-Makkiyah” dan “Fusushl-Hikam” dari Ibn ‘Arabi, “Hikam” (Ibn Atha’illah), “Insan Al-Kamil” (Al-Jilli), “Ihya’ ‘Ulumiddin” dan “Minhaj Al-‘Abidin (Al-Ghazali), “Risalat Al-Qusyairiyyah” (Al-Qusyairi), “Jawahir wa Al-Durar” (Al-Sya’rani), “Mukhtashar Al-Tuhfat al-Mursalah” (‘Abdullah bin Ibrahim Al-Murghani), dan “Manhat Al-Muhaammadiyah” karya Al-Sammani.

Kitab itu membicarakan sufisme dan tauhid, menjelaskan maqam-maqam perjalanan (suluk) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al-Durr al-Nafs ditulis atas permintaan sahabat-sahabatnya ketika berada di Mekkah. Menurut penuturannya, ia menulis kitab itu untuk menyelamatkan para salik (perambah jalan Tuhan) dari syirik khafi dan penyakit riya’ yang umum menghinggapi umat muslim. Kitab itu ditulis dalam bahasa Melayu Arab untuk memudahkan umat membaca dan memahaminya. Karena mutu dan ajarannya yang tinggi, kitab itu dicetak berkali-kali, baik di dalam maupun luar negeri.

Sebagai penganjur aktivisme-sufistik, kontribusi Muhammad Nafis al-Banjari dalam membangun Islam di Banjar sangatlah besar. Tak aneh kalau kemudian ia diberi gelar Maulana al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila Tariq as-Salamah (Yang mulia, berilmu tinggi, terhormat, pembimbing ke jalan kebenaran) sebagai bentuk penghormatan masyarakat atas jasa-jasanya. Menimbang pencapaian dan prestasinya, gelar itu memang tak berlebihan baginya.

Bagi generasi muda masa kini, kita berharap saatnya untuk mengenang kembali, kemudian menghargai dan meneruskan cita-cita dan perjuangan Muhammad Nafis al-Banjari dalam konteks kekinian. Selain itu, menelusuri jejak-jejak sejarah beliau mampu merekatkan kembali jalinan psikologis dan spiritual dari sang ulama tersebut. Dari peran beliau kita dapat mengetahui akar-akar pemikiran, akar-akar perjuangan, serta pengaruh yang muncul dalam fenomena kebangsaan kita. Sehingga paparan ini dapat memberikan gambaran utuh mata rantai perjuangan tokoh-tokoh Islam dulu, kini dan esok.

Gambaran tersebut akan sangat berarti bagi individu-individu yang ingin mempelajari dan menelaah kembali jaringan ulama Kalimantan yang mempersembahkan dedikasi dan loyalitasnya untuk pembangunan bangsa.

KARYA

Karya beliau yang terkenal ialah ad-Durr an-Nafis. Kitab tersebut selesai ditulis pada 27 Muharam 1200 H/30 November 1785 M. Cetakan pertama kitab ini ditashhih oleh Syeikh Ahmad al-Fathani, di Mathba'ah al-Miriyah bi Bulaq, Mesir al-Mahmiyah. Pada terbitan pertama tercantum syair Syeikh Ahmad al-Fathani:

"Berpeganglah kamu dengan ilmu orang sufi,
NIscaya kamu menyaksikan bagi Tuhanmu itu keesaan.
Wahai yang meninggalkan sebaik-baik teman sekedudukan,
Adalah kitab ini mengandung maksud keseluruhan,
Seperti lautan,
daripadanya tiap-tiap yang berharga penilaian''.

Sebagai keterangan lanjut Syeikh Ahmad al-Fathani mencatatkan, ``Ketahui olehmu hai yang waqif atas kitab ini. Bahawa segala naskhah kitab ini sangatlah bersalah-salahan setengah dengan setengahnya, dan tiada hamba ketahuikan mana-mana yang muafakat dengan asal naskhah Muallifnya. Maka hamba ikutkan pada naskhah yang hamba cap ini akan barang yang terlebih elok dan munasabah. Dan tiada hamba kurangkan daripada salah suatu daripada beberapa naskhah itu akan sesuatu kerana ihtiyat''.

Ad-Durr an-Nafis cetakan pertama Syeikh Ahmad al-Fathani telah memberi keterangan beberapa istilah seperti terdapat pada kalimat-kalimat: 1. ``... maka hendaklah lihat olehmu kepada Abi Bakar, iaitu ibarat daripada mati nafsu yang ammarah ...''. Syeikh Ahmad al-Fathani menjelaskan, bahawa nafsu ammarah, ialah ``nafsu yang cenderung kepada kejahatan''.

2. ``Bermula hasilnya segala wujud sesuatu itu dengan dinisbahkan kepada wujud Allah Taala yang haqiqi itu khayal, dan waham, dan majaz jua, kerana wujudnya antara dua `adam Bermula wujud yang antara dua `adam itu `adam jua adanya ...''. Keterangan Syeikh Ahmad al-Fathani, ``Dua `adam, ertinya `adam lahiq dan `adam sabiq. Pengertian `adam lahiq, ialah tiada yang mengikut. Pengertian `adam sabiq, ialah tiada yang mendahului''.

3. ``Dan pada sekira-kira zahir mumkin itu lain daripada Allah Taala. Dan sekira-kira haqiqatnya wujud mumkin itu, iaitu `ain wujud Allah Taala. Dan misalnya seperti buih dan ombak...''. Keterangan Syeikh Ahmad al-Fathani, ``Katanya, ``Dan pada sekira-kira zahir dan pada sekira-kira haqiqat ...'', maka kedua (-dua) itu `athaf. Katanya, ``Pada sekira-kira wujud, dan dhamir pada haqiqatnya dan dhamir pada nyatanya. Kedua (-dua) itu kembali kepada buih, dan dhamir daripadanya itu kembali kepada air''.

4. Syeikh Ahmad al-Fathani menjelaskan istilah ma'iyah, kata beliau, ``Yakni berserta: a. ittihad = bersuatu. b. hulul = bertempat. c. khayal, yakni apabila kita lihat jauh ada sesuatu, dan kita lihat dekat tiada ada, seperti alung-alung di tengah jalan Madinah''. Ad-Durr an- Nafis setelah cetakan pertama oleh Matba'ah al-Miriyah di Bulaq, Mesir tahun 1302 H/1884 M yang diusahakan dan ditashhih oleh Syeikh Ahmad al-Fathani itu terdapat berbagai-bagai edisi. [madinatuliman.com]
Share:

Jumat, 13 Oktober 2017

Nasehat Habib Luthfi Bin Yahya Tentang Jodoh Dan Pernikahan


Rahmat turun karena sebab ikhtiar. Contoh: sakinah, mawaddah dan rahmah akan muncul jika seseorang sudah ikhtiar untuk menikah. Yang Allah Swt. perintahkan kepada kita adalah memilih suami yang shaleh atau istri yang shalehah. Sebisa mungkin, taatilah perintah tersebut tanpa berpikir sampai kapan jodoh kita itu bertahan.

Banyak sekali kriteria yang dipilih seseorang (misalkan kecantikan, kegantengan, pangkat harta, dll.) tapi pilihlah pasangan yang memiliki kualitas bagus dalam hal ibadah dan akhlak. Sedangkan masalah harta itu nomor tiga. Rasulullah Saw. menjamin kalau seseorang mendahulukan hal demikian, kelak kehidupan suami akan mudah, ringan, lapang dan tanpa beban (fadzfar bidzatiddin taribat yadaka).

Perlu diketahui, rahmat Allah Swt. itu tidak akan datang tanpa usaha dari anggota keluarga dan keshalehan anggotalah yang diperlukan dalam mangarungi gelombang kehidupan rumah tangga. Sedangkan aktifitas lainnya (semisal seks) itu hanyalah sarana pelengkap saja. Jadi keshalehan para anggota keluargalah yang dibutuhkan dalam mengarungi gelombang kehidupan.

Syarat utama dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah itu adalah seorang suami sudah siap menjadi bapak sebelum menjadi bapak, sedangkan istri sudah siap menjadi ibu sebelum menjadi ibu. Oleh karena itu, bagi seorang lelaki carilah wanita yang sudah tampak jiwa keibuannya, begitu juga dengan wanita carilah lelaki yang berjiwa kebapakan.

Masalah jodoh itu saya ibaratkan dengan buah. Buah itu akan masak kalau sudah tiba waktunya. Kalau buah belum masak, rasanya akan masam. Dan kalau masam, mungkin buahnya tidak akan termakan. Sebab selain bergetah, buah yang belum masak dapat membuat sakit perut. Jadi menunggu jodoh tiba itu ibarat kita menunggu buah yang akan masak, nanti akan tiba sendiri. Kita tidak boleh berperasangka buruk, misalnya “kok jodohku lambat” tapi kembalikan semuanya pada Allah Swt. Sebab Allah lah yang menentukan jodoh kita. Jodoh yang ditentukan oleh Allah Swt. itu kelak akan datang kepada kita. Allah lah yang mengatur jodoh kita. Kita juga tidak boleh berperasangka buruk dan menyalahkan orang lain. Yang penting, jangan berputus asa memohon kepada Allah (berdoa).

Saya sarankan bagi yang belum menikah, sebaiknya pelajari dulu apa itu pengertian sakinah, mawaddah dan rahmah. Persiapkan mulai sekarang bagaimana cara menjadi orangtua yang baik. Sebab kelak perilaku anak itu kurang lebihnya akan meniru perilaku orangtuanya. Jangan pontang-panting minta anak shaleh-shalehah setelah jabang bayi lahir. Tapi mintalah mulai sekarang, mintalah secara istiqamah kepada Allah Swt. agar kelak dikasih pasangan yang shaleh-shalehah serta diberikan anak yang shaleh-shalehah pula yang mampu menjawab tantangan bangsa dan negara.

Untuk pemudi, paling penting kriteria calon suami itu; semangat bekerja, bertanggungjawab, tidak meninggalkan shalat 5 waktu, dan mau mendekati ulama dan orang-orang shaleh. Insyaallah akan membawa kebaikan baik duniawi maupun ukhrawi. Yang masih single semoga segera mendapat jodoh, yang membawa maslahat dunia dan akhirat.

Oleh: Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya via [Muslimedia News - MMN]
Share:

Kamis, 12 Oktober 2017

Tips Mendidik Anak Agar Majadi Anak Yang Shaleh


Anak adalah harta yang tidak ternilai oleh apapun. Dia ibarat titipan paling indah yang diberikan Allah kepada orang tuanya. Pada masa depannya lah terletak harapan serta kebahagiaan para orang tua.

Dijaman modern seperti sekarang ini, adalah sebuah keharusan bagi orang tua untuk mengajarkan anak- anak mereka tentang pentingnya akidah yang lurus. Hal ini penting untuk dilakukan, mengingat banyaknya pengaruh diluaran yang bisa membentuk karakter anak- anak kita. Maka sebagai orang tua, kita harus tahu bagaimana cara mengarahkan mereka, agar kelak mereka menjadi anak- anak yang sholeh. Berikut beberapa tips mendidik anak agar menjadi sholeh, Inshaallah.

1. SHOLEHKAN DIRI SHOLEKAN ANAK

“Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, perumpamaan ini pas sekali untuk menggambarkan, bahwa sedikit banyak anak adalah cerminan dari kedua orang tuanya. Karena itulah, sebelum kita memiliki cita- cita untuk mendapatkan anak sholeh, memang sebaiknya para orang tua mensholehkan diri mereka. Orang tua juga selayaknya melengkapi diri dengan berbagai ilmu, agar dapat digunakan dalam pengasuhan anak. Ketika anak dibekali oleh bangunan keagamaan yang baik, hal ini akan menciptakan langkah antisipasif terhadap bencana kebobrokan akhlak anak dimasa depan. Jadi sekedar memerintahkan anak untuk berbuat, tidaklah cukup membentuk karakter dan pribadi yang sholeh pada diri mereka. Orang tua juga harus sanggup untuk memberikan tauladan dalam hal berbuat baik.

2. ORANG TUAKU TAULADANKU

“Like father, like son”, ungkapan ini mungkin sudah sering kita dengar untuk menjelaskan bahwa memang anak adalah plagiator ulung. Setiap tindak tanduk orang tua yang tertangkap oleh mata anak- anak mereka, tidak akan hilang begitu saja. Memori anak yang kuat akan terus merekam. Jika seorang anak sering berkata kasar, bisa jadi karena dia juga sering mendapat perkataan seperti itu dari orang tuanya. Atau mungkin karena si anak seringkali melihat adegan pertengkaran yang dipertontonkan orang tua mereka dirumah. Jika hal ini dibiarkan setiap hari, lama-lama sikap tersebut akan diimitasi, diinternalisasi dan dihabitasi dalam kehidupan anak tersebut.

3. UKIR MASADEPAN ANAKMU DENGAN ILMU

Mengajarkan ilmu kepada anak, ibarat mengukir diatas batu. Ilmu apapun yang orang tua berikan kepada anak akan dengan mudah terserap. Ini tidaklah mengherankan, karena ketika anak dilahirkan mereka memiliki 100 miliar neuron di otaknya. Jika diumpamakan satu unit komputer memiliki 100 neuron (jaringan) maka otak anak akan sama dengan 1 miliar unit komputer. Karena itulah, anak-anak memiliki karakteristik ingatan yang kuat. Maka, disinilah waktu yang tepat untuk para orang tua untuk mengajarkan mereka tentang akidah yang benar, namun tetap dengan bahasa yang mereka bisa pahami.

4. PERHATIKAN LINGKUNGAN ANAK-ANAK KITA

"Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau kamu bisa mendapatkan wanginya. Dan seorang pandai besi bisa membuat pakaianmu terbakar, atau kamu mendapat baunya yang tidak sedap." (HR. Bukhari Muslim). Itulah pesan Rasulullah yang mulia, agar kita berhati- hati dalam memilih teman, serta peka terhadap pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar kita. hal yang sama juga berlaku bagi anak- anak kita. Mereka yang polos kadang belum mengerti tentang bagaimana mereka harus berteman. Maka disinilah tantangan bagi orang tua untuk kemudian "menyelamatkan" anak mereka dari pengaruh buruk yang akan membentuk kepribadiannya dimasa depan.

5. SABAR, IKHLAS, DAN DOA

Kesabaran adalah hal mutlak harus dimiliki orang tua. Hal ini karena dalam rentang proses mendidik anak, kadang kita menemui hal- hal yang kurang berkenan. Contohnya, anak bersikap bandel dan tidak mau dinasehati. Ketika berada dalam keadaan seperti ini, sebaiknya orang tua menghindarkan diri dari caci maki dan kemarahan yang hanya akan membuat mereka semakin menjauh. Ketika emosi sudah mulai memuncak, orang tua harus pandai dalam menguasai diri, katakan pada diri bahwa toh mereka masih anak- anak, yang mungkin belum sepenuhnya mengerti tentang sebuah akibat. Kitapun pernah pada usia mereka, dan pastilah saat itu kita pun tidak ingin dibenarkan dengan cara yang kasar. Selain itu, orang tua juga harus belajar tentang keikhlasan. Ridho allah adalah tujuan terbaik, dan jalan menggapainya adalah dengan ikhlas.  Keikhlasan hati orang tua akan membuat apa yang mereka sampaikan mudah diserap dan dipahami anak. Dan yang tidak kalah penting, adalah dengan terus mendoakan mereka, supaya selalu berada dijalan Allah, dan kelak menjadi generasi islami yang membanggakan. 

Sumber: [ Syahidah/voa-islam.com ]
Share:

Minggu, 08 Oktober 2017

Belajar Dari Kehebatan Dan Kesederhanaan Khalifah Umar


Sejarawan Muslim terkemuka Muhammad Husain Haykal memberikan kesaksian tentang sosok Umar. Ia berkata: “dialah Umar ibn al-Khaththâb, lelaki agung yang namanya semerbak harum dalam sejarah besar umat Muhammad. Umar  adalah sahabat Rasulullah yang paling cemerlang, sang inspirator umat Islam, hamba yang taqwa kepada Rabb-nya. 

Dialah Umar, hawâri Rasul terdekat, orang terpercaya, sekaligus penasihat utamanya. Selepas Rasulullah wafat, Umar adalah pengganti kedudukan beliau yang kedua, setelah Abu Bakar, dan menjadi khalifah Islam terbesar sepanjang sejarah.

Umar adalah sosok besar yang menatah sejarah besar. Di tangan seorang khalifah Umar, Islam telah menjelma ‘imperium’ adiluhung dalam tempo waktu yang tak lebih dari sepuluh tahun, yang mampu menaklukkan negeri-negeri legendaris, meruntuhkan imperium agung Persia, juga mengguncang keberadaan imperium adiluhung Byzantium. 

Islam pun pada akhirnya memiliki wilayah kekuasaan yang membentang luas mulai dari Cerynecia (Tripoliana), Mesir, Nubia, Levantina atau Mediterania Timur (Syam; sekarang wilayahnya meliputi Syria, Lebanon, Jordania, dan Palestina), Anatolia, hingga Persia. 

Sebab itulah, sosok Umar kerap disebut sebagai seorang ‘Kaisar’ yang setara dengan Alexander Agung—Kaisar Macedonia, dan Cyrus the Great—Kisra Persia, dua emperor besar dunia pada zamannya, yang kebesaran serta kekuasaannya malang melintang di seantero jagat.

Namun demikian, jangan pernah membayangkan jika kehidupan Umar layaknya para Kaisar pada umumnya—sebuah potret kehidupan yang bergelimpah ruah sebagaimana yang diceritakan oleh epik-epik. 

Umar tetap hidup sederhana dan bersahaja: ketika takwa adalah cita-cita utamanya, ketika Allah jauh lebih ia cintai dari segala isi dunia, ketika Rasulullah adalah teladan abadinya, dan ketika kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat banyak adalah impiannya. 

Hati dan akhlak Umar jauh lebih besar dari nama besarnya, jauh lebih luas dari wilayah kekuasaan dan taklukan-taklukannya, jauh lebih mulia dari kemuliaan yang diberikan orang-orang kepadanya. Hal ini bukan karena apa-apa, tetapi karena Umar lebih mengedepankan ketakwaan di atas segalanya.

Jangan heran ketika kita temukan seorang ‘Kaisar’, seorang Emperor yang jauh melebihi tahta seorang presiden, yang makanannya adalah roti juwawut beroles minyak zaitun, minumnya hanya air putih, ranjang tidurnya adalah alas tikar, pakaiannya penuh dengan jahitan karena robek dan tercabik di banyak tempat, dan mahkotanya adalah serban yang sudah lusuh. 

Sekali-kali jangan heran ketika kita temukan seorang kaisar agung yang tidak memiliki ajudan seorang pun, tidak memiliki harta yang melimpah ruah sedikit pun, karena Umar men-tasaruf-kan semua gajinya untuk rakyat-rakyatnya.

Oleh: Fathoni (www.nu.or.id)
Share:

Jumat, 22 September 2017

Nasehat Untuk Wanita Yang Telat Nikah


Seorang gadis muslimah (29 tahun) belum bertemu jodohnya. Kekhawatiran menggelayuti hatinya. Ditambah lagi, ia masih memiliki seorang kakak wanita yang juga belum menikah. Apa yang harus dia lakukan supaya Allah segera mendatangkan suami untuknya?.
Share:

Jumat, 25 Agustus 2017

Biografi Syekh Nawawi Banten Dan Beberapa Pemikiran Pentingnya


Tokoh ini lebih dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi Banten. Nama lengkapnya adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil al-Jawwi al-Bantani. Lahir di Tanara Tirtayasa Serang Banten pada tahun 1230 H/1813 M dan wafat di Mekkah pada 1314 H/1897 M. Nama al-Bantani digunakan sebagai nisbat untuk membedakan dengan sebutan Imam Nawawi, seorang ulama besar dan produktif dari Nawa Damaskus, yang hidup sekitar abad XIII Masehi.
Share:

Senin, 07 Agustus 2017

Rahasia Di Balik Tanggal, Bulan Dan Tahun Kemerdekaan Ri


KH. Maimoen Zubair menyatakan, bangsa Indonesia adalah benar-benar bangsa yang terpilih. Menurut Mustasyar PBNU itu, tidak ada di permukaan bumi orang Islam terbanyak seperti Indonesia. Sampai Allah memperingatkan kemerdekaan Indonesia dengan angka 17, 8, dan 45.
Share:

Senin, 05 Juni 2017

Shekh Muhammad Kasyful Anwar Ulama Besar Kalimantan Selatan


“Seyogyanya bagi orang yang alim apabila dia ditanya akan hal yang tidak diketahuinya maka dia akan berkata ‘Aku tidak mengetahuinya’ dan hal tersebut tidak akan mengurangi martabatnya tetapi menunjukkan akan wara’ dan sempurna ilmu.” Demikian sebagian nasihat Syekh Muhammad Kasyful Anwar seorang pembaharu sistem pendidikan sekaligus pimpinan periode ketiga Pondok Pesantren Darussalam Martapura yang merupakan pesantren tertua dan terbesar di Kalimantan.
Share:

Sabtu, 21 Januari 2017

Satu pintu kebaikan tertutup masih banyak pintu-pintu kebaikan lain yang masih terbuka

Sungguh karunia Allah atas umat ini sangat luar biasa. Dia pilihkan untuk umat ini Nabi dan Rasul termulia, kitab suci paling sempurna, dan syariat yang mudah dan penuh berkah. Pintu-pintu kebaikan yang utama selalu dibuka untuk umat akhir zaman. Tidak ada amal besar yang bisa dilaksanakan satu kaum yang tak mampu dikerjakan kaum yang lain kecuali Allah siapkan amal lain yang bisa menyamainya. Bahkan sebagiannya lebih utama. Tidak ada alasan bagi yang tertinggal di satu amal lalu ia istirahat tanpa beramal yang lain.
Share:

Tokoh Islam

Hikmah

Islamia

Muslimah