• Dzikir Pagi Dan Petang

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Mejelang Tidur

    Siapa yang membaca ayat Kursi saat hendak tidur, maka sesungguhnya dia selalu berada dalam perlindungan Allah dan tidak didekati setan hingga pagi hari.

  • Bacaan Setelah Bangun Tidur

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Setelah Shalat Fardlu

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Bacaan Shalat Tahajud

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

Senin, 25 Desember 2017

Toleransi Tenggangrasa Dan Ucapan Selamat Natal


Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia selalu memerlukan orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab itulah manusia dijuluki sebagai makhluk sosial. Demikian padatnya kebutuhan manusia sehingga persinggungan diantara mereka tidak mungkin terelakkan. Bahkan di dunia yang semakin mengglobal ini, persinggungan itu telah menembus batas. Batas ruang, waktu, budaya, agama dan juga ideologi.

Persinggungan ini harus dikelola dengan baik, agar tidak berubah menjadi gesekan yang akan menghanguskan harmonisme kehidupan. Untuk menjaga ritem ini diperlukan sebuah konsep saling mengerti, yang dalam bahasa kita dikenal dengan teposeliro atau tenggangrasa. Yaitu sikap saling menghormati dan saling menghargai perasaan orang lain. Karena hanya dengan sikap inilah keselarasan hidup bersama orang lain akan tetap terseleggara. Apalagi jika mengingat keberadaan negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan juga bahasa. Maka memiliki sikap tenggangrasa menjadi sebuah kewajiban bagi saiapapun yang hidup di Indonesia.

Bagi umat Islam sendiri perbedaan ini bukanlah sebuah masalah. Karena memang demikianlah Allah swt menciptakan kehidupan di dunia ini, sebagaimana firmannya dalam al-Hujarat ayat 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا  

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…

Memang mengelola perbedaan bukanlah hal yang mudah, hanya muslim yang berkwalitas iman dan taqwanya yang dititipi oleh Allah swt kemampuan menjaga keseimbangan ini. Karena sejatinya perbedaan itu merupakan kasunyatan yang sengaja dihadirkan Allah swt sebagai cobaan bagi umat muslim. Sebagaimana diandaikan Allah sendiri dalam surat al-Maidah 48.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Seandainya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan  satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

Ayat di atas merupakan sebuah petunjuk bagi umat muslim, bahwasannya persamaan dan kesatuan hanyalah sekedar pengandaian adapaun kenyataannya sesungguhnya adalah perbedaan, dan sekaligus Allah swt menjadikan yang nyata itu sebagai ‘soal’ ujian bagi manusia. Karena Allah swt mengetahui bahwa manusia tidak akan mampu menjawab soal ujian yang bersifat pengandaian seperti di atas. Dengan kata lain manusia tidak akan mampu bertahan hidup jika Allah swt menciptakan manusia dalam satu macam saja.

Dalam rangka mempermudah manusia menemukan jawaban dari soal ujian tentang perbedaan ujian ini, Allah swt perintahkan Rasulullah saw turun ke bumi untuk mengajar umatnya. Sayangnya persinggungan Rasulullah saw dengan pemeluk agama lain (yahudi dan nasrani) tidak tergambar dengan komplit dalam hadits-haditsnya kecuali sangat sedikit sekali. Diantaranya adalah hadits riwayat Abu Hurairah;

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r قَالَ لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan bila kamu berjumpa dengan mereka di jalan maka desaklah mereka ke tempat yang lebih sempit.” (HR. Muslim)

Melalui hadits di atas Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara memperlakukan pemeluk agama lain ketika berpapasan di tengah jalan. Demikian pula seharusnya ajaran ini diqiyaskan secara aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Hendaknya seorang muslim tetap menyediakan ‘ruang sosial’ untuk menghormati mereka, tetapi ruang itu harus lebih sempit adanya dibandingkan dengan ruang sosial yang kita sediakan sesama muslim. Hal ini sebagai bukti keteguhan hati dalam beragama Islam.

Ruang itupun harus jelas batasannya. Imam Nawawi dalam Tafsir Munir menjelaskan bahwa penghormatan itu hanya boleh dilakukan dalam batas urusan duniawi (sosial saja) tidak menyinggung soal aqidah. Itupun harus disertai dengan keyakinan bahwa hanya Islamlah agama yang paling haq, adapun yang lain adalah bathil. Jikalau penghormatan itu terlalu berlebihan hingga melahirkan rasa simpati kepada agama lain, maka hal itu dilarang. Karena dapat menyebabkan kekufuran.

واعلم أن كون المؤمن مواليا للكافر يحتمل ثلاثة اوجوه احدها ان يكون راضيا بكفره ويتولاه لأجله وهذا ممنوع لان الرضى بالكفر كفر. وثانيها المعاشرة الجميلة فى الدنيا بحسب الظاهر وذلك غير ممنوع. وثالثها الركون الى الكفر والمعونة والنصرة اما بسبب القرابة اوبسبب المحبة مع اعتقاد ان دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر الا انه منهى عنه لان الموالة هذا المعنى قد تجره الى استحسان طريقه والرضى بدينه وذلك يخرجه عن الاسلام 

Demikian pula pendapat Imam ar-Razi yang termaktub dalam tafsirnya Mafathul Ghaib. Meski demikian keterangan dalam Hasyiyah al-Bujairami alal Khatib memberikan pengecualian bahwa berhubungan dengan pemeluk agama lain sangat dianjurkan apabila dirasa mampu memberikan maslahah secara syar’i atau dapat menghindarkan diri dari bahaya

 قَوْلُهُ (تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ) أَيْ الْمَحَبَّةُ وَالْمَيْلُ بِالْقَلْبِ وَأَمَّا الْمُخَالَطَةُ الظَّاهِرِيَّةُ فَمَكْرُوهَةٌ ... الخ أما معاشرتهم لدفع ضرر يحصل منهم أو جلب نفع فلاحرمة فيه  ا هـ

Pembahasan mengenai hubungan dengan agama lain menjadi sangat kontekstual ketika musim natal dan tahun baru tiba. Apalagi kalau tidak soal hukum mengucapkan natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain?

Beranjak dari keterangan teks di atas, memang tidak ada satupun kata yang menunjuk pada ucapan selamat natal ataupun tahun baru. Mungkin saja tradisi semacam itu tidak terdapat dalam kehidupan penulis pada zaman dan dilingkungannya. Akan tetapi teks tersebut bisa menjadi sumber simpulan melarang mengupkan selamat natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain, kecuali hanya sebagai basa-basi saja. Bukan diniatkan sebagai do’a apalagi sebagai rasa simpati dengan aqidahnya.

Demikialah tradisi saling berucap selamat ini dilakukan oleh umat bergama di Indonesia. Mereka saling mengucap selamat di hari raya dan tahun baru sebagai mujamalah dhahriyah (basa-basi saja) tanpa ada rasa dalam hati. Ini merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam konsep tenggangrasa. Yaitu saling menjaga perasaan antara satu dan lainnya yang diejawantahkan dalam bentuk basa-basi dan kesopanan. Ini sangatlah penting karena ‘yang lain’ itu pada dasarnya adalah bagian dari keluarga besar Indonseia juga. Tenggangrasa tidak pernah meganggap yang lain adalah benar-benar orang lain. Tenggangrasa melihat perbedaan sebagaimana adik-kakak yang berbeda pendirian, berbeda selera dan keinginan tetapi mereka adalah satu keluarga. Sesuai dengan firman Allah swt 

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ

Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,

Hal ini sungguh berbeda dengan konsep toleransi yang memandang orang lain adalah benar-benar orang lain, bukan bagian dari keluarga. Sehingga harus dihormati dan diberi kesempatan selayaknya menghormati seorang tamu bukan saudara. Diantaranya dengan membiarkan (tolere) apapun yang mereka lakukan meskipun itu berbeda dengan kita. Terasa sekali adanya unsur ‘agak memaksa’ dalam memberikan penghormatan menurut konsep toleransi. Dalam toleransi tersirat adanya kepentingan dalam ‘menghormati’ orang lain, penghormatan yang tidak lahir dari tulusnya hati tapi karena seuatu hadirnya sesutau yang lain.

Sesungguhnya jika diangan lebih dalam berbagai masalah yang timbul seputar wacana hubungan antar pemeluk agama (mulai dari ucapan selamat natal, valentine day, tahun baru, dll) itu muncul berbarengan dengan munculnya konsep toleransi itu sendiri. Walhasil apakah kita masih ingin melanjutkan keterjebakan kita dalam goa toleransi yang selalu menghadirkan permasalahan? Atau menggeser diri keluar dari kegelapan goa toleransi dan kembali pada terang tenggangrasa? (Red. Ulil H)

Sumber: www.nu.or.id
Share:

Minggu, 10 Desember 2017

Petaka Dunia Maya

Oleh: Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf

Teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan perkembangan pola berpikir umat manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai naluri ingin tahu, ingin mengenal, dan ingin berkomunikasi. Telepon, handphone, komputer, dan internet adalah sarana informasi dan komunikasi yang telah berhasil diciptakan.

Dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi, seperti internet, seseorang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di dunia ini dalam hitungan detik. Ia pun dapat berkomunikasi dan mengenal orang lain dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Inilah yang dikenal orang dengan sebutan dunia maya atau cyberspace.

Saat ini internet menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan segala kecanggihannya, internet telah merambah segala sisi kehidupan. Setiap pengguna dapat memanfaatkannya di manapun berada. Bahkan, hampir setiap rumah tidak luput dari teknologi canggih ini.

Di antara manfaat luar biasa internet ialah menjadi salah satu sarana hebat untuk menyebarkan Islam karena dapat menjangkau seluruh penjuru dunia. Tidak sedikit ahli ilmu yang mempunyai andil besar dalam pembuatan situs-situs internet untuk menyebarkan hukum-hukum, pendidikan, dan adab-adab Islam.

Bahkan, melalui taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala, muncul situs-situs yang mencantumkan sejumlah nama ulama besar, seperti Syaikhul Islam Ibnu Baz, Faqihul Islam Ibnu Utsaimin, dan Muhadditsul Islam al-Albani rahimahumullah—semoga Allah menjadikan surga Firdaus sebagai tempat kembali kita dan mereka.

Alhasil, dengan mudah para pengguna internet mendapatkan banyak pengetahuan Islam, baik di bidang akidah, fikih, hadits, akhlak, maupun adab, baik dengan mendengarkannya secara langsung, membacanya, maupun mencetaknya menjadi sebuah tulisan atau buku.

Tidak sebatas itu, pengguna internet pun dapat menikmati secara langsung alunan tilawatil qur’anberikut tafsirnya, hukumnya, dan sebagainya. Alhasil, teknologi internet ini berperan besar dalam khidmah terhadap Islam.

Namun, di balik semua itu, orang-orang yang gemar menebar kerusakan juga ambil bagian memanfaatkannya. Orang-orang kafir dan yang berniat jahat membuat dan menyediakan situs-situs yang penuh dengan kekejian dengan segala bentuknya: suara, gambar, atau tulisan. Mereka terus memperbanyak situs-situs semacam ini demi menyebarkan kehinaan dan kerusakan.

Tidak mengherankan jika para pelakunya adalah orang-orang kafir, karena memang bersenang-senang dengan syahwat dan syubhat menjadi tujuan utama hidup mereka, tanpa mengindahkan masalah agama, akal, ataupun etika. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَعۡلَمُونَ ظَٰهِرٗا مِّنَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ عَنِ ٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ غَٰفِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (ar-Rum: 7)

Orang-orang kafir mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia dan lalai dari kehidupan akhirat. Yang mencengangkan adalah apabila pelakunya sebagian muslimin dan orang-orang yang dikenal baik. Tentu saja ini menjadi musibah yang besar.

Hukum Menggunakan Teknologi Internet

Internet bagaikan sebilah pedang bermata dua. Keadaannya seperti kebanyakan alat teknologi pada umumnya: dapat digunakan untuk hal-hal yang baik dan yang jelek, yang tentu saja kembali kepada cara si pengguna memanfaatkannya. Itu semua karena kemunculan teknologi ini bersifat netral.

Pengaruh positif dan pengaruh negatif yang menjadi akibatnya, lebih banyak tergantung pada pemanfaatannya. Jika internet digunakan untuk hal-hal yang baik, hasilnya pun akan baik; sebaliknya, jika digunakan untuk yang jelek, hasilnya pun akan jelek.

Oleh karena itu, dalam kaidah syariat disebutkan, “Sebuah hukum akan berbeda tergantung pada keadaan setiap pelakunya”. Jika seseorang mengetahui bahwa dirinya hanya akan menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidak membuatnya lalai dari kewajiban syar’i, kewajiban manzili (tugas rumah/keluarga), dan kewajiban lainnya, internet menjadi kenikmatan yang diketahui kadarnya.

Adapun orang yang cenderung membebaskan dirinya dan tidak memedulikan batasan-batasan syariat, ia justru akan memikulkan dosa pada dirinya sendiri. Nikmat itu pun berubah menjadi petaka baginya.

Intinya, secara umum, menggunakan internet adalah hal yang mubah, tetapi apabila diperinci, tidak keluar dari lima hukum taklifi, yaitu:

HARAM

Menggunakan internet hukumnya haram apabila dijadikan sebagai media untuk melakukan keharaman dan masuk ke situs-situs yang diharamkan, baik untuk dibaca, didengar, maupun dilihat.

Allah berfirman,

وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا ١٤٠

“Sungguh, Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam al-Qur’an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam Jahanam.” (an-Nisa’: 140)

Sebagian salaf berkata, “Ketahuilah, saudaraku, berkhalwat dengan dosa adalah sebab terbesar datangnya kelemahan, sedangkan berkhalwat dengan ibadah adalah sebab kekokohan.”

WAJIB

Menggunakan internet boleh jadi hukumnya wajib bagi orang alim dan penuntut ilmu apabila mereka dituntut untuk menjelaskan hukum syariat kepada manusia atau dalam rangka membantah syubhat yang menyesatkan dan mengingkari kemungkaran.

MUSTAHAB

Hukum ini ditujukan bagi orang yang ingin mengambil faedah dari internet terkait dengan motivasi beramal dan berakhlak baik.

MAKRUH

Menggunakan internet hukumnya makruh apabila tujuannya melihat hal-hal yang mubah atau memang dianjurkan, tetapi menyebabkan si pengguna lalai dari ketaatan kepada Allah dan membuang waktu. Kalau yang dilihatnya adalah perkara haram, menjadi haramlah hukumnya.

MUBAH

Misalnya, melihat pengetahuan-pengetahuan umum, majalah, dan hal-hal yang tidak diharamkan serta tidak dimakruhkan.

Kejahatan Internet Terhadap Perempuan

Di dunia maya, ada kebaikan dan ada pula keburukan sebagaimana halnya dunia nyata. Ada kebaikan, pasti ada keburukan. Sebanyak pesan kebaikan menyebar, sebanyak itu pula kejahatan merajalela.

Saat ini kekerasan terhadap perempuan tidak lagi hanya secara fisik, tetapi juga secara online. Kerentanan perempuan di internet tidak terlepas dari kelemahannya. Di internet, perempuan dilihat sebagai tubuh, bahkan objek seksual.

Banyak yang tidak menyadari bahwa internet juga menjadi ranah kejahatan terhadap perempuan. “Tidak ada yang menjaga hak-hak perempuan di internet,” ungkap Nani Buntarian, aktivis perempuan yang sejak 1998 menginisiasi pengguna mailing list untuk gerakan perempuan.

Hal ini terungkap dalam Diskusi Rabu Perempuan di Kedai Tjikini, Rabu, 24/10 lalu. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan bekerjasama dengan Jaringan Perempuan Eksplorasi Hak Internet dan Seksualitas tersebut, terungkap berbagai pengalaman kekerasan terhadap perempuan di internet. Penipuan sampai pelecehan seksual terjadi di internet tanpa ada ‘polisi’ yang mengawasi dan menindak tegas pelakunya.

Kejahatan di dunia maya sering kali terorganisasi sehingga sulit dilacak. Lebih parah lagi, kejahatan di dunia maya meretas batas-batas negara. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Korban kejahatan ini sudah banyak berjatuhan.

Sebuah media memberitakan, bahwa belum lama ini pihak kepolisian berhasil mengungkap kejahatan yang menawarkan perempuan secara online. Yang memprihatinkan, kejahatan ini baru terungkap setelah dua tahun beroperasi dengan korban lebih dari 2.000 perempuan dengan beragam pendidikan dan profesi. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Bolehkah Muslimah Menggunakan Internet?

Islam adalah agama yang mengharamkan pemeluknya mengikuti langkah-langkah setan. Islam juga mengharamkan segala sarana yang dapat menjerumuskan kepada keharaman, meskipun pada asalnya sarana tersebut adalah mubah. Inilah yang disebut oleh ulama sebagai qa’idah saddu adz-dzara–i’ (menutup pintu kerusakan). Allah subhanahu wa ta’alaberfirman,

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَإِنَّهُۥ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۚ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدٗا وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ٢١

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalianmengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak ada seorang pun dari kalian yang bersih (dari perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (an-Nur: 21)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

وَلَا تَسُبُّواْ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّواْ ٱللَّهَ عَدۡوَۢا بِغَيۡرِ عِلۡمٖ

“Janganlah kalian memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan….”(al-An’am: 108)

Di antara dampak negatif keterlibatan perempuan di dunia internet adalah godaan kaum laki-laki terhadapnya sehingga hatinya terpengaruh, demikian pula sebaliknya. Apalagi, perempuan itu lemah, cepat terpengaruh oleh kata-kata yang mengandung sanjungan dan pujian.

Oleh karena itu, perempuan tidak boleh melibatkan diri pada situs atau blog milik laki-laki jika merasakan adanya godaan/gangguan. Setan senantiasa menyamarkan sesuatu di hadapan manusia, membuka pintu menuju kemaksiatan, dan mencampuradukkan hal-hal yang disyariatkan dengan yang tidak, hal-hal yang hak dengan yang batil.

Maka dari itu, obrolan antara laki-laki dan perempuan, baik dengan suara maupun tulisan, pada dasarnya adalah hal yang mubah, tetapi terkadang menjadi sebab terperangkapnya mereka dalam jerat-jerat setan.

Perempuan yang mengetahui kelemahan dirinya dan khawatir jatuh ke dalam perangkap setan wajib menahan dan menyelamatkan dirinya. Adapun yang memiliki kekuatan dan kekokohan, boleh melakukannya dengan beberapa syarat:

Tidak memperbanyak pembicaraan di luar topik yang dipermasalahkan atau selain dakwah IslamTidak melembutkan suara dan tidak menggunakan ungkapan yang cenderung lembekTidak menanyakan privasi, alamat e-mail, alamat rumah, dan lain-lain yang tidak ada hubungannya dengan pembahasanSegera menghentikan dan menahan pembicaraan apabila hati mulai merasakan getaran syahwat.

Perempuan boleh ikut serta dalam blog atau situs yang bersifat umum apabila terikat dengan ketentuan berikut.

Keterlibatannya hanya sebatas keperluan. Dia meletakkan inti masalahnya, kemudian keluar tanpa perlu memberikan komentar selain yang memang harus. Sebab, hukum asalnya adalah menjaga pembicaraan dengan laki-laki dan tidak bercampur baur dengannya.Dia tidak boleh mengucapkan kata-kata yang dapat menimbulkan godaan/gangguan, seperti bercanda, ucapan yang lembut, tertawa, atau menggunakan smiley yang menggambarkan orang sedang tersenyum. Semua itu akan membuat tamak orang yang hatinya berpenyakit. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٣٢

“Hai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan yang lain jika kalian bertakwa. Maka dari itu, janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32)

Dia harus menghindari pemberian alamat e-mailkepada laki-laki walaupun dengan tujuan meminta bantuan. Sebab, hal ini dapat menyebabkan terikatnya hati dan timbulnya godaan.Yang lebih utama dan lebih baik adalah perempuan hanya melibatkan diri atau mengunjungi blog-blog yang khusus dimiliki oleh perempuan. Ini lebih selamat baginya. Jika ada kebutuhan untuk ikut serta dalam situs atau blog yang sifatnya umum, alangkah baik jika ia memilih nama atau identitas yang tidak menunjukkan perempuan.

Bolehkah Muslimah Menjadi Pengelola Situs yang Bersifat Umum?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan sama dalam hal hukum, kecuali jika ada dalil yang membedakannya, seperti tanggung jawab yang bersifat umum menyangkut kepemimpinan, kehakiman, dan sejenisnya yang menjadi kekhususan kaum laki-laki.

Akan tetapi, terkadang perempuan juga memikul tanggung jawab dalam hal kepemimpinan yang wilayahnya terbatas, seperti ketika melakukan perjalanan dengan rombongan sesama perempuan, mengepalai lembaga pendidikan khusus perempuan, dan semisalnya.” (asy-Syarhul Mumti’ 3/218)

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah disebutkan, di antara kepemimpinan dan tanggung jawab yang boleh dipikulkan kepada kaum perempuan adalah persaksian, wasiat, dan penjagaan wakaf.

Ibnu ‘Abidin berkata, “Perempuan boleh memikul tanggung jawab dalam hal menjaga wakaf, wasiat kepada anak yatim, dan menjadi saksi.”

Ibnu Taimiyah dan al-Qadhi Abu Ya’la al-Hambali berpendapat bahwa perempuan memikul tanggung jawab terhadap harta anaknya yang yatim sepeninggal ayah dan kakeknya.

Ada riwayat dari Umar a, beliau berwasiat kepada Hafshah agar bertanggung jawab terhadap wakaf sepeninggal beliau. (Fathul Bari, syarah [penjelasan] hadits no. 2772)

Alhasil, seorang muslimah boleh mengelola dan bertanggung jawab terhadap blog pribadinya atau situs-situs yang bersifat umum, karena hal itu termasuk domain khusus yang dapat dipikulnya, terlebih lagi kalau blog dan situs tersebut pengunjungnya hanya kaum perempuan.

Adapun jika blog dan situs itu terbuka untuk umum, pengunjungnya laki-laki dan perempuan, ini membutuhkan sebuah kehati-hatian dan melihat keadaan si pengelola. Artinya, kalau pekerjaan ini menyebabkan dirinya selalu berhubungan dengan laki-laki, bersama dengannya, dan selalu meminta pendapatnya meskipun lewat telepon atau chattingatau melalui instant messenger (Yahoo Messenger, Window Live Messenger), yang seharusnya dilakukan adalah menutup pintu godaan. Seorang muslimah hendaknya menjauhi hal ini demi menjaga agamanya.

Betapa banyak kerusakan dan petaka yang menimpa seorang muslimah karena hal ini, padahal awalnya bisa jadi terbebas dari kejelekan dan kerusakan. Karena itu, Islam menutup setiap jalan dan pintu yang dapat menimbulkan godaan, gangguan, dan kerusakan semaksimal mungkin.

Wallahu a’lam.

Sumber: [www.qonitah.com]
Share:

Tokoh Islam

Hikmah

Islamia

Muslimah