• Dzikir Pagi Dan Petang

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Mejelang Tidur

    Siapa yang membaca ayat Kursi saat hendak tidur, maka sesungguhnya dia selalu berada dalam perlindungan Allah dan tidak didekati setan hingga pagi hari.

  • Bacaan Setelah Bangun Tidur

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Dzikir Setelah Shalat Fardlu

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

  • Bacaan Shalat Tahajud

    Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41—42)

Jumat, 27 Maret 2015

Kaum saba' dan banjir arim

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri. Kepada mereka dikatakan, ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik, dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’ Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar, dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS Saba' 15-16).

Nah, siapakah kaum Saba’ itu? Kisah mereka yang diceritakan Al-Quran, terkait erat dengan kisah Ratu Balqis, yang memerintah Saba’ tahun 1000 Sebelum Masehi, dan puncak kekuasaannya pada zaman Nabi Daud ‘Alaihissalam dan Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam. Seperti halnya kaum Tsamud, kaum Saba’ dianugerahi Allah tanah yang subur, serta kecerdasan dan pengetahuan yang mumpuni dalam bidang pengairan, pertanian, dan perniagaan.

Walau hidup ribuan tahun yang lalu Sebelum Masehi, mereka mampu membangun bendungan atau dam raksasa di Sungai Adhanah, yang terletak tepat di jantung ibu kotanya, yaitu Ma’rib, Yaman. Bendungan itu terkenal dengan sebutan Bendungan Ma’rib. Konon, bendungan tersebut tingginya 16 meter, lebarnya 60 meter, dan panjangnya 620 meter. Berdasarkan perhitungan yang dilansir oleh ilmuwan muslim Harun Yahya, total wilayah yang dapat diairi bendungan ini 9.600 hektare, dengan 5.300 hektare termasuk dataran bagian selatan dan sisanya termasuk dataran sebelah barat. Dua dataran ini disebut "Ma'rib dan dua dataran" dalam prasasti Saba'.

Ungkapan dalam Al-Quran surah Saba’ ayat 15 di atas, "dua buah kebun di sisi kiri dan kanan", menunjukkan kebun-kebun dan kebun anggur yang mengesankan di kedua lembah ini. Berkat bendungan ini dan sistem pengairannya, daerah ini menjadi terkenal sebagai kawasan berpengairan terbaik dan paling menghasilkan di Yaman. Di samping hasil pertanian, angkatan bersenjata kaum Saba' pun luar biasa kuat. Seperti ungkapan para komandan tentara Saba' kepada Ratu Balqis, yang diceritakan dalam Al-Quran, “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa dalam peperangan, dan keputusan berada di tangan Baginda Ratu; maka pertimbangkanlah apa yang akan Baginda Ratu perintahkan.” (QS An- Naml: 33).

Dengan kebudayaan dan militernya yang maju, negari Saba' jelas merupakan salah satu negeri "adidaya" kala itu. Sayangnya, keimanan mereka terhadap akidah tauhid tidak bertahan lama. Banjir Arim Seperti yang sering diceritakan, keinginan Ratu Balqis untuk beriman dengan akidah tauhid bermula selepas ia menerima sepucuk surat dari Nabi Sulaiman. Ratu Balqis dan rakyatnya kemudian beriman kepada Allah. Setelah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis mangkat, sekitar tahun 926 Sebelum Masehi, keimanan kaum Saba’ kepada Allah tidak bertahan lama. Raja kerajaan itu kembali mensyirikkan Allah dengan kembali menyembah Dewa Almaqah, Dewi Bulan, dan Dhat Bad’an, Dewa Matahari. Raja merekapun menganggap dirinya sebagai wakil Almaqah, yang wajib disembah oleh seluruh rakyat. Kemudian mereka membangun kuil, dan peninggalan kuil itu masih ada di beberapa wilayah di Yaman hingga hari ini.

Ahli arkeologi menganggarkan lebih 3.000 kuil menempatkan patung Dewa Almaqah di Yaman. Tidak mengherankan jika kaum Saba’ akhirnya menerima nasib sama seperti kaum Tsamud, yang dibinasakan Allah lantaran kekufuran mereka kepada Allah. Bendungan yang setiap abadnya diperbaiki itu pun jebol tahun 542 M. Runtuhnya bendungan tersebut mengakibatkan banjir besar Arim yang disebutkan dalam Al-Quran serta mengakibatkan kerusakan hebat. Kebun-kebun anggur serta ladang-ladang pertanian yang telah mereka tanami selama ratusan tahun hancur tak tersisa. Kaum Saba' segera mengalami masa resesi.

Setelah bencana banjir Arim, daerah tersebut mulai berubah menjadi padang pasir, dan kaum Saba' kehilangan sumber pendapatan mereka yang terpenting karena lahan pertanian mereka hilang. Kaum tersebut, yang tidak mengindahkan seruan Allah untuk beriman dan bersyukur kepada-Nya, akhirnya diazab dengan sebuah bencana yang tidak mereka sangka-sangka. Menurut perhitungan mereka, bendungan itu tidak mungkin jebol. Namun, Allah Mahakuasa. Setelah kehancuran besar yang disebabkan oleh banjir, kaum tersebut mulai terpecah belah. Mereka meninggalkan rumah mereka dan berpindah ke Arab Selatan, Mekah, dan Syria. (may/voa-islam.com)

Share:

Sabtu, 21 Maret 2015

Mitos masyarakat antara kufur dan tidak

Di tengah derasnya perkembangan zaman yang semakin pesat, mitos dan khurafat masih tetap mengakar kuat dalam tubuh masyarakat, utamany mereka yang hidup di pedesaan. Masih ada beberapa mitos dan khurafat yang masih dipercaya. Takhayul dan mitos merupakan kepercayaan yang berada di luar batas akal manusia atau bisa dikatakan kepercayaan yang hanya ada dalam khayalan dan rekaan belaka, tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.

Versi takhayul misalnya, adalah anggapan atau keyakinan kalau melakukan ini hari ini maka akan akan begini, kalau melakukan itu hari itu maka akan tertimpa begitu. Dahulu kala, masyarakat sangat kental dengan hal-hal yang berbau takhayul semacam ini. Banyak mitos (takhayul) yang dipercaya. Misalnya mitos hari baik. Untuk melakukan sesuatu yang sangat penting, sebagian masyarakat masih mencari jam, hari, tanggal dan bulan yang baik. Mitos hari baik ini tertuang dalam buku perimbon, sebuah buku yang berisikan sistem bilangan pelik untuk menghitung hari mujur untuk mengadakan selamatan, mendirikan rumah, memulai perjalanan dan mengurus segala macam kegiatan penting, baik bagi perorangan maupun masyarakat.

Selain mitos hari baik, masih banyak lagi-lagi mitos yang berkembang. Di antaranya adalah mitos kehamilan; wanita hamil memiliki beberapa pantangan, kalau pantangan itu dilakukan akan mempengaruhi terhadap keselamataan cabang bayi yang dikandungnya. Mitos menyapu pada malam hari yang katanya akan menyebabkan fakir miskin. Dan masih banyak lagi mitos-mitos unik yang tetap mengakar kuat di masyrakat sampai sekarang. Entah siapa dan dari mana mitos ini? Tidak bisa diketahui secara pasti. Namun, yang pasti mitos telah ada sejak dulu dan menjadi keyakinan koliktif masyarakat secara turun-temurun.

Sepintas, takhayul yang berkembang di masyarakat bisa berdampak negative terhadap akidah Islam. Ketika mitos telah menjelma sebagai akidah yang diyakini, maka dapat menjeremuskan seseorang pada kesyirikan; menggantungkan kesuksesan dan kegagalan sesuatu kepada selain Allah. Dalam al-Qur`an dan Hadis menggantungkan adanya seuatu kepada selain Allah disebut dengan istilah Tathayyur. Istilah ini muncul dari kebiasaan masyarakat Arab Jahilyah. Ketika mereka hendak bepergian, mereka menangkap burung, lalu dilepas terbang (tathayyur). Kalau terbang ke arah kiri menurut mitos mereka akan ada hal buruk yang akan menimpa hingga mereka urung bepergian.

Islam datang dengan membawa konsep tauhid, suatu keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan dan hanya Dia lah satu-satunya Dzat Yang Menciptakan dan Mengatur segala sesuatu yang terjadi. Bukan yang lain. Setelah Nabi Muhammad resmi diangkat menjadi rasul, dengan tegas beliau menolak praktik tathayyur yang terjadi di masyarakat Arab Jahiliyah tempo dulu. Nabi bersabda: “Bukan golongan kita orang yamg masih menggantungkan sesuatu kepada selain Allah (Tathayyur) (HR Bazzar).

Al-Qur`an juga menolak tegas. Dalam al-Qur`an dikisahkan kebiasaan masyarakat Mesir kuno yang sering menjadikan Nabi Musa sebagai ’kambing hitam’ atas kesialan yang menimpa mereka. ”Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS Al-A’raf [04]:131).

Orang-orang Arab Jahiliyah tak jauh berdeda; “Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami”.”(QS Yasin [36]:19).

Intinya, hanya Allah yang dapat mewujudkan segala sesuatu. Ma lam yasya’ lam yakun. Itu adalah keyakinan paten yang tidak dapaat ditawar. Oang Islam dituntut untuk memilki keyakinan itu. Tetapi keyakinan ini sebenarnya tidak menghalangi seseorang untuk berusaha mencari sebab untuk mencapai segala tujuannya dengan tetap meyakini bahwa itu hanya sebagai sebab dan Allah lah yang menjadi musabbibul Asbabnya.

Kiai Nawawi Abd Jalil, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri dalam rubrik Sowan di Buletin SIDOGIRI edisi 25, pernah ditanya mengenai mitos hari baik dan nahas yang terjadi di masyarakat . Beliau menjawab, bahwa sesuai keterangan yang ada dalam kitab Talkhîsul Murâd, jika ada yag bertanya apakah hari ini baik untuk melangsungkan akad nikah atau pindah rumah maka jawaban itu tak perlu dijawab. Sebab Syari’at mencegah keyakinan seperti itu dengan larangan yang cukup tegas.

Namun Ibnul Fakrah menyatakan komentar Imam Syafi’i, jika ada seorang peramal mengakatan seperti itu namun ia tetap beri’tikad bahwa sesungguhnya segala sesuatu terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah, hanya saja Allah memberlakukan adat, bahwasanya seperti itu akan terjadi jika melakukan seperti ini, maka kepercayaan ini sama sekali tidak bermasalah atau tidak haram.

Dengan begitu, intinya semua tergantung pada keyakinan. Mitos hari baik misalnya, bisa saja menyebabkan syirik bila ada keyakinan bahwa hari baik itu yang mempengaruhi secara total. Jika tidak seperti itu maka tidak ada masalah. Bahkan dianjurkan, apabila mencari hari baik karena menaruh harapan; usaha yang ia lakukan pada hari itu sebaik harinya, dengan tetap meyakini bahwa semua yang terjadi berjalan atas kehendak Allah. Nabi sendiri sering bertafâul. Pada saat khutbah salat istisqa’ Nabi membolak-balikkan selendang yang beliau pakai sebagai bentuk pengharapan, supaya dengan membolak-balikkan sorban musibah yang menimpa kaum muslimini saat itu juga berbalik menjadi baik.

Dalam pandangan ulama fikih, tafa’ul menjadi suatu kausa hukum kesunnatan. Anak yang baru lahir dianjurkan diberi nama yang baik dan indah sebagai bentuk tafa’ul, supaya kelak ia tumbuh menjadi orang baik. Hewan aqiqahnya pun sunnat dimasak dengan bumbu yang manis-manis dengan harapan (tafa’ul) ketika dewasa ia berperangai semanis namanya.

Begitu pula kesunatan menyirami kuburan dengan air dingin, karena ada tafa’ul agar mayyit merasakan dingin dalam peristirahatan terakhirnya. (HR Thabrani) Dilihat secara peraktiknya, Tafâ’ul juga bisa dibilang mitos. Peraktik tafa’ul dan tathayyur tak jauh berbeda. Keduanya tak bisa dijangkau akal. Perbedaan antara keduanya hanya terletak keyakinan pelakunya. Memberi nama baik kepada anak karena meyakini bahwa, nama baik itu yang menjadikan sebagai orang baik jelas syirik. Tetapi apabila hal itu hanya sekadar menaruh harapan baik agar dengan nama baik itu seorang menjadi orang baik dengan seizin Allah maka hal itu dianjurakan. Begitu pula dengan mencari hari baik dan semacamnya. Semua tergantung pada niat pelakunya; sebagai bentuk tafâ’ul atau tathayyur. Wallahu a’lam

Oleh: Achmad Zahrie Ms. Sumber: www.sidogiri.net

Share:

Rabu, 18 Maret 2015

Bersabarlah...!

bersabarlah dalam penantian, sebagaimana sabarnya Nabi Ibrahim, tatkala meminta pada Allah keturunan, lalu Allah anugerahkan padanya Nabi Ismail.

bersabarlah dalam usaha, sebagaimana sabarnya Bunda Hajar, dan Nabi Ismail tatkala ditinggal suaminya tanpa bekal, lalu Allah karuniakan pada mereka air zamzam.

bersabarlah dalam ujian, sebagaimana sabarnya Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim, tatkala Allah meminta nyawanya, lalu Allah selamatkan mereka, dan Allah berkahi keturunan mereka.

bersabarlah dalam dakwah, sebagaimana sabarnya Nabi Muhammad, tatkala harus difitnah, diancam, diusir, dicaci, dilempari, disakiti, lalu Allah muliakan namanya di langit dan di bumi.

bersabarlah dalam kelapangan, sebagaimana sabarnya Nabi Sulaiman, yang Allah uji dengan kekayaan yang tak pernah diberi pada siapapun jua, dan dia tak pernah merasa memiliki selain berucap "Ini hanya karunia dari Tuhanku!"

bersabarlah dalam kesakitan, sebagaimana sabarnya Nabi Ayyub yang Allah uji dengan badan dan jiwa, harta dan keluarga, lalu Allah tinggikan derajatnya di surga.

bersabarlah dengan cara apapun, karena malaikat di surga nanti akan mengucapkan "salam keselamatan pada kalian, tersebab kesabaran kalian"

(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (QS 13: 23-24) (Ustadz Felix siauw)

Share:

Senin, 16 Maret 2015

8 Bekal hidup di dunia dan akhirat

Suatu hari Imam Syaqiq al-Balkhi bertanya kepada Imam Hatim al-Asham, “Kamu sudah bersama saya selama tiga puluh tahun, apa yang kamu dapatkan selama ini?” Imam Hatim menjawab, “Saya mendapatkan delapan faedah ilmu yang mencukupi saya. Saya berharap kesuksesan saya ada di dalamnya.” Imam Syaqiq bertanya lagi, “Apa saja hal itu?”. Imam Hatim berkata,

“Pertama, saya melihat orang-orang satu sama lain saling mencintai dan menyayangi.Bahkan, disebabkan cintanya yang begitu besar, ada yang rela menemaninya saat sakit. Ada juga yang menemani sampai di pinggir kuburannya. Namun setelah itu, semua orang pergi dan meninggalkan orang yang dicintai sendiri. Lantas saya berpikir dan berkata dalam hati, “Saya tidak pernah menemukan orang yang rela menemani orang yang dicintai sampai ke dalam kuburan meskipun ia sangat mencintainya, selain amal kebaikan. Oleh karena itu, saya selalu mencintai amal baik agar kelak menjadi penerang dalam kuburan saya serta menemani dan tidak meninggalkan saya seorang diri.”

Kedua, tidak sedikit saya temui orang-orang yang mengikuti dan patuh pada hawa nafsunya. Lalu saya merenungkan firman Allah swt, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. an-Nazi’at [79]: 40-41). Saya yakin apa yang diwartakan al-Qur’an pasti benar, oleh karena itu saya selalu melawan hawa nafsu saya dengan cara giat mujahadah.

Ketiga, saya melihat banyak orang yang berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaan dan enggan mendermakannya. Lalu saya teringat firman Allah swt, “Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. an-Nahl [16]:96). Oleh karena itu, saya dedikasikan semua harta saya di jalan Allah. Saya bagi-bagikan pada orang miskin yang membutuhkan agar kelak menjadi tabungan saya di sisi Allah swt.

Keempat, saya menyaksikan sebagian orang ada yang berasumsi bahwa kemuliaan hanya bisa didapat dengan memiliki banyak pengikut dan memiliki harta yang melimpah. Bahkan, sebagian ada yang beranggapan bahwa kemuliaan bisa diraih dengan cara mengghasab harta orang lain (korupsi), berprilaku zalim, dan menumpahkan darah. Pun ada yang mengatakan kebahagiaan dan kepuasan hanya bisa didapat dengan cara menghambur-hamburkan uang dan hidup berfoya-foya. Lantas saya merenungi firman Allah swt, “Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat [49]:13). Maka, saya memilih takwa karena saya yakin al-Qur’an pasti benar.

Kelima, saya sering menjumpai orang saling mencacimaki dan saling mengekspos kejelekan orang lain. Faktor utamanya, menurut saya, adalah disebabkan rasa dengki akan kekayaan, pangkat, dan ilmu orang lain. Kemudian saya menghayati firman Allah swt, “Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS. az-Sukhruf [43]:32). Maka, saya tahu bahwa Allh swt telah membagi dan mengaturnya dengan sedemikian rupa sejak zaman azali, sehingga saya tidak pernah dengki dan selalu menerima apa saja yang dianugerahkan Allah swt.

Keenam, tidak sedikit saya temui orang yang saling bermusuhan dikarenakan ada tujuan dan sebab tertentu. Lantas saya teringat firman Allah swt, “Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah sebagai musuh.” (QS. Fathir [35]:6). Saya pun mafhum bahwa hanya setan musuh utama umat manusia.

Ketujuh, saya perhatikan banyak orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh mencari penghidupan dunia, sehingga ada di antaranya yang tidak peduli apakah barang itu syubhat atau haram. Bahkan, ada yang rela melukakannya dengan cara mengemis. Lalu saya teringat firman Allah swt, “Dan tidak ada satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua rezekinya dijamin oleh Allah swt.” (QS. Hud [11]:6). Dari itu saya tahu bahwa rezeki saya telah diatur dan dijamin oleh Allah swt, sehingga saya fungsikan sebagian besar waktu saya untuk fokus beribadah kepada-Nya.

Kedelapan, saya melihat kebanyakan setiap orang menggantungkan hidupnya pada orang lain. Ada juga yang bergantung pada harta benda dan kekuasaan. Lalu saya meresapi firman Allah swt, “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah telah menjadikan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [64]:3).

Maka, saya bertawakal kepada Allah swt. Hanya Dia-lah Zat yang akan mencukupi semua kebutuhan saya.” Imam Syaqiq lantas berkata, “Semoga Allah selalu bersemamu. Sungguh, telah saya lihat dan teliti dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an, saya menemukan di dalamnya juga mengandung delapan faedah tersebut.

Oleh karena itu, barang siapa yang mengamalkan delapan faedah di atas berarti dia termasuk orang yang mengerti isi empat kitab tersebut.”

Oleh: M. Nadi el_Madani, salah satu santri Pondok Pesantren sidogiri, asal Kabupaten Bangkalan.

Sumber: www.sidogiri.net

Share:

Selasa, 10 Maret 2015

Teknologi itu memudahkan atau memanjakan?

Manusia sesuai kodratnya sebagai makhluk sosial benar-benar membutuhkan interaksi kepada sesamanya, sehingga hidupnya benar-benar bergantung pada seberapa mampu mereka membina hubungan verbal dengan orang lain mulai dari kerabat sendiri, tetangga dekat hingga masyarakat luas. Hal-hal remeh sekalipun seperti tegur sapa bisa memberi pengaruh/efek nyata dalam suatu komunikasi. Bahkan hubungan kekerabatan pun bisa retak gara-gara keengganan salah satu pihak untuk menyapa.

Jika zaman dulu kita harus mengirim surat melalui pos yang butuh waktu lama kalau mau memberi kabar pada sanak keluarga jauh ataupun teman kita, maka saat ini cukup dengan memencet tombol pada HP (handphone) lalu terkirimlah dalam waktu sekejap saja. Hal itu masih dalam taraf wajar jika jarak yang jauh benar-benar menjadi sekat yang memisahkan mereka.

Namun penilaian itu bisa berubah menjadi ironis jika jarak yang dekat hanya dicukupkan dengan saling kirim sms ataupun telepon saja padahal tidak dibarengi dengan wujudnya suatu halangan. Seseorang enggan keluar rumah dan bertegur sapa secara langsung hanya gara-gara bisa dilakukannya video call dan berbagai fitur-fitur lainnya, padahal waktunya begitu longgar dan tak memiliki kesibukan lain. Bahkan perbincangan yang semestinya bisa dilakukan langsung dirasa cukup lewat perbincangan sosmed di dunia maya saja.

Bukti nyata hal ini adalah ketika hari raya datang, seolah mulai menjadi tradisi bahwa kebanyakan orang mengucapkan selamat hari raya ataupun sugeng riyaden, permohonan maaf dan sebagainya melalui kirim sms atau chat/MBM yang lagi maraknya saat ini, dengan kata-kata mutiara, pantun atau susunan huruf ataupun simbol membentuk suatu kalimat, ditambah lagi sekarang sedang marak stiker-stiker bergambar tanpa melakukan silaturrahim dengan bertatap muka (face to face) langsung. Kegunaan alat-alat bantu pada mulanya sungguh membantu kita memang, tapi lama kelamaan kebanyakan masyarakat justru terlena dengan berbagai fitur-fitur yang terus berkembang tanpa diiringi kesiapan moral menghadapinya. Sebenarnya tinggal bagaimana kita semua siap menghadapinya, sudah siapkah moral anda?

Dicopast dari situs: Pondok pesantren Al-anwar Sarang.
Share:

Selasa, 03 Maret 2015

Empat golongan (laki-laki) Akan ditarik ke neraka oleh wanita

Di akhirat nanti ada empat golongan laki-laki yang akan ditarik masuk ke neraka oleh wanita. Lelaki itu adalah mereka yang tidak memberikan hak kepada wanita dan tidak menjaga amanah itu.

1.AYAH: Jika seseorang yang bergelar ayah tidak mempedulikan anak perempuannya di dunia. Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti mengajarkan shalat, mengaji, dan sebagainya. Dia membiarkan anak perempuannya tidak menutup aurat. Tidak cukup kalau dangan hanya memberi kemewahan dunia saja. Maka dia akan ditarik ke neraka oleh anaknya. Duhai lelaki yang bergelar Ayah, bagaimanakah keadaan anak perempuanmu sekarang? Apakah kau mengajar shalat dan shaum (puasa) padanya? Menutup aurat? Pengetahuan agama? Jika tidak terpenuhi, maka bersedialah untuk menjadi bagian dari Neraka.

2.SUAMI: Apabila suami tidak mempedulikan tindak tanduk isterinya. Bergaul bebas. Membiarkan istri berhias diri untuk lelaki yang bukan mahramnya. Jika suami mendiam istri yang seperti itu walaupun suami adalah orang yang alim, suami adalah shalatnya yang tidak pernah bolong, suami adalah yang shaumnya tidak pernah lalai. Maka dia akan turut ditarik oleh isterinya bersama-sama ke dalam Neraka. Duhai lelaki yang bergelar Suami, bagaimanakah keadaan istri tercinta sekarang? Dimanakah dia? Bagaimana akhlaknya? Jika tidak kau jaga mengikuti ketetapan Islam, maka terimalah keniscayaan yang kau akan sehidup semati bersamanya hingga Neraka.

3.SAUDARA LAKI-LAKI: Apabila ayahnya sudah tiada, tanggungjawab menjaga kehormatan wanita jatuh pada saudara lelakinya (kakak, paman). Jika mereka hanya mementingkan keluarganya saja dan adik atau keponakannya dibiarkan dari ajaran Islam, maka tunggulah tarikan mereka di akhirat kelak. Duhai lelaki yang mempunyai saudara perempuan, jangan hanya menjaga amalmu dan melupakan amanah yang lain. Karena kau juga akan pertanggungjawabkan diakhirat kelak.

4.ANAK LAKI-LAKI: Apabila seorang anak laki-laki tidak menasehati Ibunya perihal kelakuan yang tidak dibenarkan dalam Islam. Bila ibu membuat kemungkaran, mengumpat, memfitnah, mengunjing, maka anak itu akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Dan bersama menemani ibunya di Neraka. Wallahu A'lam..

Share:

Tokoh Islam

Hikmah

Islamia

Muslimah