Jumat, 05 Juni 2015

KH. Moh. Said Ketapang, Mahir Dalam Berbahasa Asing

KH. Moh. Said adalah salah satu ulama pendiri NU. Pernah diberi tugas oleh Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari untuk mengibarkan bendera NU ke penjuru dunia karena beliau termasuk orang yang mahir berbahasa Inggris, Russia, Jerman dan Belanda. Bersama Syaikh Ghanaim dan KH. A. Wahab Hasbullah, beliau berkelana ke luar negeri mengabarkan NU ke dunia internasional. Beliau mengantarkan surat berdirinya NU ke penjuru dunia Eropa.

Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Ketapang Malang, yang telah mendapatkan ijazah kemursyidan Thariqah Naqsyabandiyah-Khalwatiyah sewaktu di Mekkah. Di Mekkah itulah pertama kali beliau berjumpa dengan KH. A. Wahab Hasbullah dkk.

Kelahiran dan Pendidikan KH. Moh. Said

KH. Moh. Said lahir di Jl. Tongan Kodya Malang pada tahun 1901 dari pasangan H. Moh. Anwar dan Ny. Lis. Pada masa penjajahan Belanda, Kyai Said termasuk beruntung. Karena pada usia 10 tahun, beliau dapat mengenyam pendidikan dan berhasil menamatkan pendidikan NIS tahun 1911. Lima tahun kemudian, tahun 1916, menamatkan ELS. Setamat dari ELS beliau bekerja menjadi Komis Pos di Jember selama 9 tahun, 1916-1925. Secara khusus, awalnya Kyai Said hanya nyantri di beberapa kyai di Malang, seperti ngaji pada Kyai Mukti Kasin, dan beberapa kyai lainnya. Selain itu, juga pernah nyantri ke Canga'an Bangil. Kemudian nyantri ke Pondok Pesantren Salafiyah Siwalan Panji Sidoarjo pada tahun 1926-1931, setahun setelah menikah.

Mendirikan PPAI Ketapang Kepanjen Malang

KH. Moh. Said pindah di Kabupaten Malang sejak tahun 1927. Sedangkan Pondok Pesantren PPAI Desa Sukoraharjo Dusun Ketapang Kepanjen Malang berdiri pada tanggal 28 Oktober 1948 oleh KH. Moh. Said. Pondok ini merupakan pemindahan pondok pesantren dari daerah Karangsari Bantur, Kabupaten Malang, yang juga didirikan oleh beliau pada tahun 1931. Selanjutnya beliau mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren di Sonotengah, Pakisaji, Kabupaten Malang selama 16 tahun, 1931-1947. Tahun 1948 beliau mendirikan pesantren pindahan dari Sonotengah, di daerah Karangsari Bantur guna menyelamatkan santrinya dari penjajahan Belanda. Beliau berjuang mengusir penjajah Belanda serta menjadi penggerak tentara Hizbullah dari tahun 1945-1948. Sebagaimana umumnya pesantren NU, pondok beliau juga bersistem pengajaran klasikal (Salafiyah). Unit pendidikan yang tersedia meliputi Sekolah Diniyah Putra-Putri Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah.

Anak Didik KH. Moh. Said

"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. al-Jatsiyah ayat 18).

Ayat itulah yang selalu ditanamkan KH. Moh. Said kepada santrinya. Harapannya, agar santri yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Agama Islam (PPAI) Ketapang, Kepanjen, yang diasuhnya tidak model-model. "Kalau memang hanya bisa membaca al-Fatihah, ya ajarkan al-Fatihah itu." ujarnya kala itu. Prinsip Kyai Said: "Sebagai seorang pemimpin harus bisa mencetak atau mengkader santrinya menjadi pemimpin." Karenanya, tak heran jika kemudian Kyai Said berhasil mengkader santrinya menjadi kyai, ustadz dan tokoh masyarakat.

Perjuangan dan Pengabdian KH. Moh. Said

Sejak masa muda, beliau memang dikenal sebagai orang yang suka bekerja keras dan tekun belajar. Selain membantu orangtuanya, juga berdagang serta terkadang bertani. Beliau menikah pada tahun 1925 dengan Siti Fatimah, seorang wanita dari Kidul Pasar Malang. Waktu itu, beliau masih berstatus sebagai pegawai di Kantor Gubernur di Surabaya tahun 1925-1927. Dalam pernikahan tersebut, Kiai Said tidak sampai dikarunia anak. Bekerja menjadi pegawai pemerintah Belanda, ternyata tidak memuaskan hati beliau, hingga dia mengundurkan diri. Karenanya, setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren beliau mendirikan dan mengasuh Pondok Pesanntren Sono Tengah Pakisaji Malang, pada tahun 1931-1947. Pada tahun 1948, beliau mendirikan Pesantren Karangsari di Bantur. Setelah itu, sekitar tahun 1949 mendirikan Ponpes PPAI Ketapang, Kepanjen. Di masa pendudukan penjajah Belanda, Kyai Said turut berjuang bersama masyarakat untuk mengusir penjajah. Bahkan beliau termasuk tokoh yang menggerakkan tentara Hizbullah pada tahun 1945-1948.

Di kalangan santri dan masyarakat, beliau dikenal sebagai ulama yang bijaksana. Beliau juga dekat dengan umara' dan organisasi, tetap menampakkan pribadi yang alim, wara' dan sufi. Selain itu, juga aktif di organisasi NU dan sempat menjadi Rois Syuriah NU Cabang Malang pada tahun 1950-1965. Bahkan, pernah ditunjuk menjadi Ketua Misi Ulama se Jatim ke Moskow (Rusia) dan Karachi (Pakistan) mewakili Partai NU wilayah Jawa Timur.

Menurut Gus Mad Suyuti Dahlan, Kyai Said itu sosok sufi yang berpendirian teguh, suka menyendiri dan menjauhi keramaian. Meski beliau lebih menekankan pada syariat (fiqih), tapi juga mengamalkan Thariqah Khalwatiyah dengan kitab susunannya Khulashah Dzikr al-Ammah wa al-Khasshah, yang didirikan Syaikh Khalwati. "Beliau itu hampir 27 tahun tidak pernah telat melaksanakan shalat berjamaah. Dan pelajaran itu, selalu ditekankan pada santri-santrinya," ujar Almaghfurlah KH. Suyuti Dahlan (Pengasuh PP Nurul Ulum Kebon Sari Malang)

Demikian juga dalam bidang pendidikan, beliau sangat memperhatikan para generasi muda. Para santrinya diarahkan untuk menjadi penganjur agama Islam atau da'i, menjadi kader-kader dakwah yang memperjuangkan agama Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah serta menyebarluaskan ajaran pesantren yang sehaluan dengan PPAI Ketapang.

KH. Moh. Said wafat pada tanggal 1 Desember tahun 1964 dalam usia 63 tahun. Jenazahnya dimakamkan di lingkungan Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang.

Dicopaste dari Fans page Kumpulan Foto Ulama Dan Habaib Untuk lebih lengkap silahkan Baca Disini >>>

Share:

Tokoh Islam

Hikmah

Islamia

Muslimah